Senin, 27 Juli 2015

MESSAGE ON A CUP



“Mas Caki! Green Tea Latte atas nama Caki!” Seorang barista berteriak dari balik meja kasir memanggil nama seseorang yang memesan segelas minuman Green Tea Latte.

“Tuh! Itu Green Tea Latte kamu tuh.” Kata seorang perempuan yang duduk di depanku tanpa menoleh. Matanya sibuk menatap layar laptop yang ada di depannya. Enta apa yang dia lakukan. Mungkin sedang ngehack Pentagon.

“Iya. Nama minumannya sih betul. Tapi namanya salah. Namaku Sakti, bukan Caki.” Ujarku sedikit kesal.

“Udah biasa kali di sini baristanya salah nyebutin nama.”

“Ya tapi jangan dibiasain dong. Udah beberapa kali mereka salah menulis namaku jadi Caki, bahkan namaku pernah diganti jadi Septi. Kebiasaan nih lama-lama.” Kataku sambil mengtuk meja dengan lumayan keras hingga sampai membuat para pengunjung Coffee Shop yang lain menoleh ke padaku.

“Loh, kok kamu keselnya ke aku?” Dia mengangkat kepalanya. Matanya tajam menatapku.

“Eh, enggak. Aku enggak kesel sama kamu. Aku keselnya sama barista itu.” Bantahku.

“Enggak. Kamu kesel sama aku, karena aku enggak mau balikan sama kamu kan? Kebetulan aja ada orang lain yang salah terus kamu lampiasin ke dia, padahal kamu keselnya sama aku. Kamu tuh emang gitu ya.”

“Enggak kok. Aku enggak kesel sama kamu, Res.”

“Mas Caki! Green Tea Latte atas nama Caki!” Barista itu kembali memanggil namaku yang sebenarnya itu bukan namaku.

IYA TUNGGU SEBENTAR, SETAN!!

Rasanya aku ingin berteriak seperti itu. Tapi kuurungkan niatku tersebut karena selain tidak sopan, saat ini aku sedang bersama seseorang yang kalau aku menunjukan sikap kasar di depannya, mungkin dia bisa ilfeel kepadaku.

Jadi yang harus kulakukan saat ini adalah berdiri dari kursi, berjalan ke kasir mengambil minuman pesananku dan melihat nama yang tertera di seragam barista tersebut. Rudi. Oke! Setelah itu aku akan masuk ke dalam ruang manager lalu menghasutnya agar dia memecat barista yang bernama Rudi, karena dia telah berkali-kali salah dalam menuliskan namaku. Dan semoga dia nanti masuk neraka, terus di neraka nanti dihukum disuruh main Winning Eleven pakai stick yang tombol ‘X’-nya mendem.

Oke! Kayanya itu terlalu berlebihan. Setelah mengambil pesananku dan meliat namanya, sepertinya aku cukup memberikan muka masam saja menunjukan kalau aku tidak puas dengan pelayanannya, tidak perlu melaporkannya ke manager-nya, ngadu ke orang tuanya atau bahkan menuntutnya ke Mahkamah Agung. Selamat, Rudi! Kamu aman malam ini.

Oh, iya sebelumnya mungkin perlu aku ceritakan kenapa aku tetap saja mau ke tempat ini meskipun aku sering dibuat kesal oleh baristanya. Aku mengunjungi tempat ini karena hanya di sinilah aku bisa bertemu dengan seseorang yang dulu pernah memberikanku banyak kebahagian dan keceriaan ketika sedang berada di dekatnya. Tapi juga membuatku menjadi seseorang yang mudah resah dan emosional ketika aku sedang jauh darinya. Dia mantan pacarku.

Rezky Fitriadinda. Nama panggilannya Ires.  

Kami pisah bulan lalu karena sebuah pertengkaran yang diawali oleh hal yang sebenarnya sepele. Waktu itu kami janjian di Coffee Shop ini, aku datang terlebih dahulu. Dan ketika Ires sampai ke Coffee Shop ini, dari balik jendela aku melihat dia turun dari taksi. Dan dia turun dari pintu depan taksi. Artinya selama di perjalanan, dia duduk di samping supir taksi! Bayangkan!! Naik taksi sendirian tapi duduknya di depan.

Aku langsung ke luar dari Coffee Shop dengan sedikit berlari lalu menghampirinya dan bertanya kenapa dia naik taksi tapi duduk di depan? Waktu duduk di depan, dia ngapain aja sama supir taksinyanya? dan Taksi-taksi apa yang ganteng? Dia menjawabnya dengan cuek seakan-akan tidak ada apa-apa da dia enggak bisa menjawab tebak-tebakanku, padahal kan jawabannya gampang. Taksido Bertopeng.

Aku kesal. Sampai akhirnya aku memakinya dengan kata-kata ‘Dasar cewek murahan!’

Aku menyesal. Aku menyesal kenapa aku bisa berkata-kata sekasar itu, harusnya aku bisa sedikit tenang dengan tidak menyebut dia dengan sebutan ‘cewek murahan’ tapi ‘cewek gampangan’. Mungkin itu sedikit lebih sopan.

“Eh, jaga ya mulut kamu. Aku enggak nyangka kamu sekasar ini.” Kata Ires waktu itu saat aku memakinya dengan kata-kata ‘cewek murahan’.

“Emang kenyataannya gitu!” Aku tidak mau kalah emosi juga.

“Aku mau pisah!!”

“Pisah.. Pisah.. Emangnya bihun.”

“Terserah!”

“Dasar cewek murahan... “

Aku langsung pergi setelah puas memakinya, dia kutinggal sendirian di depan Coffee Shop. Tapi 5 menit kemudian aku balik lagi ke Coffee Shop tersebut. Bukan untuk mencarinya tapi karena Green Tea Latte-ku masih tersisa setengah. Sayang kalau enggak dihabiskan, harganya 38 ribu. Ini Green Tea Latte, bukan Granita. Ketika kembali ke sana, aku melihatnya sedang duduk di pojokan sambil tersenyum sendirian memandangi gelas Iced Chocolate-nya. Dasar gila! Psikopat!

Entah kenapa saat itu aku bisa berpikiran dan berbuat seperti itu. Tapi yang pasti. Sekarang aku sangat menyesal. Sungguh.  

“Liat nih, Res. Siapa yang enggak kesel coba. Udah salah tulis nama, masih sempatnya dia meledekku.” Aku menunjukan gelas Green Tea Latte-ku kepadanya.

“Ha? Apaan maksudnya?

“Iya. Liat di bawah tulisan CAKI. Dia ngasih icol melet ‘:p’ dibawahnya. Ngeledek banget kan?”

“Ih, lucu tau. Difoto aja terus kamu upload di twitter.”

“Difoto?” Tanyaku seperti sedang menyadari sesuatu. “Tadi kamu bilang difoto terus diupload di twitter?”

“Iya. Emang kenapa?” Dia balik bertanya kebingungan.

“Ooh.. Aku tau sekarang kenapa mereka suka salah nulis nama,” Aku mulai menjelaskan. “Tujuan biar pelanggannya yang mengganggap ini lucu terus diupload ke twitter. Kamu liat nih kenapa mereka nulis namanya di bawah logo Coffee Shop-nya. Promosi gratisan ujung-ujungnya! Kamu kok mau aja sih dikerjain sama mereka?”

Aku baru sadar. Ternyata tujuan para barista itu salah menuliskan nama-nama pelanggannya adalah supaya kelakuan mereka itu dianggap lucu dan berharap pelanggan bakal memfoto gelas tersebut kemudian mempostingnya di akun socmed mereka. Pantas saja di hari ketika aku putus dengan Ires, aku melihat akun twitter-nya di sana ada sebuah posting-an dengan sebuah foto gelas dengan logo Coffee Shop dan dibawahnya ada tulisan seperti ini kalau enggak salah: You are beautiful...

Hih! Dasar cewek gampangan. Mau aja dimodusin abang-abang tukang kopi pakai lirik lagu Cherrybelle.

“Apaan sih kamu, ti?! Mulai lagi kan suudzon sama orang.” Katanya ketus.

“Bukannya suudzon,” bantahku. “Tapi mereka emang curang.”

“Udah lah. Akui aja kalau kita emang enggak cocok.” Ujarnya sambil sedikit menutup layar laptopnya. Sepertinya dia juga sudah mulai kesal. 

"Maksud kamu?"

“Aku capek. Belakangan waktu kita masih jadian, kalau ketemu kita pasti berantem terus. Enggak kehitung udah berapa kali kita berantem karena hal-hal yang enggak penting. Dan aku selalu minta udahan.” Jelasnya. Aku lihat tangannya mengambil gelas Iced Chocolate yang ada di samping laptopnya. Mungkin dia haus setelah lama berdebat denganku.

“Dan kamu yang minta balikan lagi.”

“Iya!” balas Ires cepat. Tangannya menaruh kembali Gelas Iced Chocolate yang belum sempat dia minum. “Karena aku merasa aku bisa mengubah kamu. Tapi ternyata enggak. Kamu orangnya susah diatur atau mungkin kamu emang enggak pernah mau berubah. Dan satu lagi,  kamu itu orangnya cemburuan. Cemburuan pake banget. Titik.”

“Tapi, Res... Aku cemburu karena kamu cuek banget sama aku. Enggak ngehargain aku. Temen-temen cowok yang mepet-mepet ke kamu, kamu biarin aja. Entah kamu yang emang suka atau kamu itu...”

“Apa? Cewek murahan?!” Dia memotong kata-kataku.

“Bukan, Res.”

“Lalu apa?!”

“Cewek gampangan.”

“Terserah!!”

“Maksudku...” Aku menghentikan kata-kataku sejenak.

Aku berpikir tanpa berani memandangnya. Sepertinya aku salah ngomong lagi. Mataku melirik-lirik melihat apapun yang bisa mengalihkanku dari tatapan matanya. Sampai akhirnya aku melihat sebuah cup bekas Iced Chocolate miliknyanya yang lain, yang sudah habis dia minum dan mengambilnya untuk melihatnya lebih dekat. Di gelas tersebut terdapat tulisan ‘IRES” dengan icon hati di bawah namanya.

“Ini siapa yang nulis di gelas ini?!” Kataku mencoba untuk sedikit mengalihkan pembicaraan.

“Apa?” Dia bertanya balik seakan-akan tidak mengerti maksud pertanyaanku.

“Ini gelas kamu ada yang nulis icon love di bawah nama kamu. Siapa yang nulis?”

“Emang kenapa sih? Aku aja seneng-seneng aja, kok malah kamu yang sewot?”

“Ya karena aku ini kan.....”

“Apa?!” Tanyanya dengan mata yang sedikit melotot ke arahku.

“Mantan pacar kamu...” jawabku sambil menunduk dan menaruh kembali gelas yang tadi kupegang.

“Udah mantan kan? Kamu enggak berhak larang-larang aku ini itu lagi.”

“Kita balikan yuk, Res!” Kataku tiba-tiba. Aku bingung enggak tahu harus ngomong apa lagi dan langsung memberikan pertanyaan yang memang menjadi tujuanku untuk mengajaknya balikan lagi ketika bertemu dengannya. Sepertinya kali ini aku yang gila. Atau bukan kali ini, tapi sebenarnya dari kemarin itu aku yang gila.

“Apaan sih!!” Dia menatapku dengan aneh. Sepertinya tatapan itu berbicara kepadaku dengan kata-kata ‘apaan sih ini orang aneh banget lagi ngomongin apa tiba-tiba nagajak balikan’,

Aku hanya bisa menunduk setelah dia menatapku seperti itu. 

“Ini kok malah main balikan-balikan aja," Ketusnya, "Aku enggak mau dan enggak bisa.”

“Tapi aku mau.”

“Itu urusanmu.”

“Ayolah, Res. Kita harus balikan karena kita ini adalah pasangan terhebat yang pernah diciptakan di muka bumi nomor 4 terbaik setelah Adam-Hawa, Habibie-Ainun, dan Fathur-Nadila.”

“Fathur-Nadila itu cuma pasangan duet, bukan pasangan hidup! Terserah kamu mau ngomong apa. Yang jelas aku enggak bisa sama kamu karena aku sudah punya pengganti kamu kamu?”

“Maksudnya? Kamu udah punya pacar lagi?”

“Iya.” Jawabnya tanpa ada keraguan.

“Siapa?!”

Dia mengambil gelas Iced Chocolate dari samping laptopnya yang masih terisi, mungkin dia baru meminum seperempat isinya, kemudian memutarnya tepat dihadapanku untuk menunjukan sesuatu. Aku lihat gelas tersebut dengan jelas, di sana ada tulisan. Tulisan yang cukup panjang. Bukan hanya sekedar tulisan nama seperti di gelasku atau gelas-gelas yang lainnya. Setelah aku baca, pikiranku langsung menerawang mengingat-ingat sesuatu.

Temanku yang seorang selebtweet galau-galauan pernah ngetwit: Suatu saat nanti akan ada masanya di mana mundur itu adalah sebuah jawaban bukan pilihan.

Dan sekarang sepertinya aku sedang mengalami masa itu.

Aku kembali membaca perlahan tulisan yang ada di gelas Iced Chocolate milik Ires tesebut dengan perasaan sedikit kecewa dan hati yang patah. Di sana terdapat sebuah kalimat:

‘Kamu cantik hari ini, dan membuatku makin jatuh hati. I Love You. – Rudi.’


***


Bekasi, 19 Juli 2015


Cerpen ini pernah dipublikasiin di web-nya @KomtungTV. Yeah! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar