Rabu, 22 Juli 2015

CAKE & RED CAKE



“Kamu ini suka sama cewek enggak sih, ti?” tanya Rena Febiana sambil tersenyum dan menatap lembut mataku.
 

“Yaa… Suka ah. Aneh-aneh aja pertanyaan kamu.”

“Tapi kok kamu enggak pernah punnya pacar sih? Umur kamu 25 tahun loh. Itu artinya kamu itu udah jomblo perak.”

“Hahahaha!”

“Yee.. Malah ketawa.” 

Jomblo Perak. Istilah yang menggelikan untukku. Tapi dia benar, di umurku yang sudah menginjak angka seperempat abad ini, aku belum pernah sekalipun mempunyai seseorang yang kata orang-orang itu disebut pacar. Di saat teman-temanku yang seumuranku sudah mulai mempunyai rencana untuk membangun sebuah rumah tangga, aku masih saja santai main-main atau asyik menonton FTV yang soundtrack-nya hampir selalu diambil dari lagunya Tangga.
Dia melemparkan sebuah french fries ke arahku karena aku masih saja tertawa dalam menanggapi ucapannya, tapi french fries yang dilemparkan tidak berhasil mengenaiku sehingga jatuh di sofa tempatku duduk. Karena sayang udah beli mahal-mahal, akhirnya french fries tesebut kupungut kembali dan kumakan.

“Ya abisnya ada-ada aja istilah kamu. Masa iya jomblo perak.” Kataku sambil mengunyah french fries yang tadi kuambil.

“Jorok, ih!!”

“Biarin! Hahaha”

“Sebagai seorang sahabat aku khawatir sama kamu, ti. Apalagi sekarang jamannya laki suka sama laki.”

“Enggak mungkin lah. Aku pernah suka kok sama cewek.”

“Siapa? Coba cerita kapan pertama kali kamu suka sama cewek. Aku ingin tau.” Pintanya penasaran.

“Aduh. Aku enggak bisa cerita. Hahaha”

“Yaaah… Cerita dong.”

“Atau begini deh, aku bakal cerita ke kamu tentang orang yang pernah aku suka pertama kali. Tapi dalam bentuk cerpen. Kasih aku waktu kurang lebih setengah jam. Selama aku menulis, aku minta tolong ke kamu untuk beliin aku sesuatu.”

“Beli apa?”

“Tolong belikan sekotak Brownies di sebuah toko di lantai 3. Nama tokonya CakeTalk.” Kataku sambil mengeluarkan selembar uang seratus ribuan ke padanya.

“Hemm.. menarik juga. Kamu memang selalu bisa bikin orang jadi penasaran.” Dia mengangguk-angguk. “Baiklah aku ke atas dulu ya. Aku bakal ke sini lagi 20 menit kemudian.

Aku mengangguk. Kukeluarkan sebuah laptop dari dalam tas dan setelah menyala jariku mengklik logo MS Word.  Sebelum mulai menulis, aku mengambil cangkir kopi yang ada di atas mejaku tapi sayang ternyata kopinya sudah habis.

Aku melirik ke kiri dan kanan, pengunjung kedai kopi dan pelayannya sedang sibuk dengan urusannya masing-masing. Aku mengeluarkan segelas Granita dari dalam tas lalu kubuka dan kutuang ke dalam cangkir tersebut. Lumayan. Setidaknya aku masih bisa nongkrong disini kurang lebih 2-3 jam lagi.

*

17 Agustus 2003
Hari itu adalah hari yang kita peringati sebagai Hari Kemerdekaan, sebuah hari yang dirayakan oleh seluruh penduduk Indonesia karena pada hari itu di tahun 1945, kita bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Banyak cara yang dilakukan untuk merayakan hari tersebut. Tentunya dengan berbagai macam cara atau acara yang diselenggarakan untuk memperingati hari Kemerdekaan tersebut termasuk SMP gue.

Jadi, SMP gue mengadakan lomba bikin kue antar kelas. Tiap kelas harus membuat kue dan nanti dinilai oleh tim penilai yang berisikan guru-guru. Tapi bukan itu inti dari cerita yang bakal gue ceritakan. Gue enggak ingat sama lombanya, yang gue ingat adalah kejadian yang terjadi setelah lomba. Kue tersebut bakal dipotong satu per satu oleh anak perempuan dan diberikan kepada anak laki-laki yang dia inginkan.

“Eh.. gimana kalo kita seru-seruan. Ini kan ada kue lumayan gede. Gimana kalo yang cewe motong ini kue sepotong-sepotong terus dikasihin ke anak-anak cowo. Setuju?"  kata Ketua kelas gue waktu itu.

Suasana menjadi heboh, teriakan dan siulan terdengar riuh di dalam kelas. Anak-anak cewek saling tarik-tarikan malu-malu. Akhirnya Ketua Kelas gue tersebut menyuruh salah seorang anak cewe maju buat motong kue lalu diberikan ke anak cowok. Dan cewe yang Beruntung atau sial itu namanya Resti. Dia bisa dibilang sebagai cewek paling populer di kelas, bahkan di sekolah. Sontak satu kelas langsung riuh dan cowok-cowok yang ada di kelas pasti bakal ngarep bakalan dikasih kue tersebut.

Resti udah berada di depan kelas untuk memotong kue yang kemudian nanti akan diberikan kepada anak cowo yang dipilihnya. Gue melihat dia didepan lagi ngobrol bercanda sama si Ketua Kelas, tampaknya dia agak terkejut karena disuruh buat jadi korban si Ketua Kelas.

“Pasti gue nih yang dikasih.”  Kata Rudi, teman sebangku gue dengan penuh percaya diri.

“Apaan, Rud? Elu? Ngaca Rud? Kalo ga punya kaca, Ngaca sono di Sumur. Kalo kaget lo tinggal nyemplung.“  Kata Onoy, teman yang ada di belakang bangku gue.

“Ah.. elu sama aja Noy. Mana mau dia sama preman Stasiun. Nih gue Calon 
terkuat. Anak rumahan. Raden Mas Haryo Purboningrat.”  Kata Haryo, teman sebangku Onoy, sambil menepuk-nepuk dadanya.

“Diem lu, Jawir!” balas Onoy

Gue cuma bisa tertawa ngeliat tingkah temen-temen di samping dan di belakang gue. Tapi tawa gue mendadak berhenti ketika gue melihat Resti di depan kelas. Gue lihat matanya menatap ke arah gue. Tidak lama kemudian dia berjalan perlahan sampai akhirnya berada tepat di depan meja gue. Dia berdiri dihadapan gue sambil membawa sepotong kue yang diletakan di atas piring kertas. Gue mendongak keatas. Wajahnya yang putih bersih, rambutnya yang hitam dan panjang.


Cantik.

Dia tersenyum dan gue grogi ingin kencing.

Mimpi apa gue semalem?! Gue ingat-ingat kembali, berfikir keras untuk mengetahui mimpi apa gue semalem. Apakah gue Mimpi jalan-jalan ke DUFAN sama Keluarga gue? Oh. Bukan! Itu mimpi waktu 2 hari yang lalu.

Gue kembali berfikir lagi.

Jangan-jangan mimpi dikejar Setan? Heeemm.. ah bukan juga, itu mimpi waktu malem jumat minggu lalu.

Gue berfikir keras lagi, mencari-cari sebenarnya gue mimpi apa.

Jangan-jangan Gue semalem Begadang?! Gak tidur, makanya gue jadi gak inget mimpi apa gue semalem?!

Deg..deg.. Deg.

Deg.. Deg..deg.. Deg..deg..

Deg..deg.. Deg..deg….deg.. Deg..deg….

“Heii Saktii, Nih kue dari gue. Diterima yaaa.”  Kata Resti sambil menyerahkan kue yang ada ditangannya ke gue sambil tersenyum lagi. Setelah itu gue ditinggal pergi.

Sejak saat itu. Selama 10 tahun bayang-bayangnya selalu hadir di pikiran gue dan selama 10 tahun itu juga gue hanya bisa menjadi seorang pengagumnya saja. Gue enggal pernah menanyakan kenapa saat itu dia menyerahkan kue-nya ke gue. Gue takut apa yang gue harapakan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan.

Teruntuk Resti yang telah membuatku jatuh hati, maaf aku tak pernah punya nyali.

**
 
“Wah, keren!” Kata Rena setelah membaca cerpen tentang pengalamanku ketika suka dengan seseorang untuk pertama kali.

“Makasih, Ren,” Balasku. “Oh, iya. Brownies-nya mana?”

“Oh, iya lupa. Nih Brownies-nya.” Katanya sambil menyerahkan bungkusan plastik yang berisi sekotak Brownies. “Ti, sekarang kabarnya cewek yang ad di cerpen kamu gimana?”

“Resti? Dia udah nikah. Dia menikah dengan salah satu anak mantan pejabat gitu lah tahun lalu. Sekarang kerjaannya upload foto liburan terus di Path. Sebel sih tapi tetap aja aku kasih love di fotonya.Hehehe”

“Oh, gitu. Tapi aku yakin sebenarnya dulu itu dia suka loh sama kamu. Sepotong kue yang dia kasih ke kamu itu sinyal-sinyal yang dikirim buat kamu, tapi sayangnya kamu enggak kasih balasan.”

Aku juga sebenarnya berpikiran seperti itu. Tapi saat itu aku memang benar-benar tidak punya nyali untuk mendekatinya apalagi menyatakan apa yang aku rasakan kepadanya. aku banyak belajar dari sana. Belajar agar kejadian tersebut tidak boleh terulang lagi.

Jika kamu sedang jatuh cinta, katakanlah. Cinta memang perkara hati tapi bukan berarti terus disimpan di dalam hati. Jika kamu sedang jatuh cinta, perjuangkanlah. Ya! Karena menurutku cinta itu adalah sebuah perjuangan. Itulah kenapa ada orang yang jatuh hati pada hati yang sudah ada pemiliknya.
“Iya. Aku baru paham. Makanya sekarang aku menyesal. Kalau suka sama orang itu bilang. Makanya aku enggak mau kejadian itu keulang lagi.” Kataku ke Resti. 

“Lalu kue Brownies ini untuk apa?” tanyanya.

“itu—“ Aku menarik nafas dalam-dalam sejenak. “Itu buat kamu, Ren. Semoga kamu suka.”

“Maaf, aku enggak suka sama kamu.”

“…..”

“Eh, maksud aku, aku enggak suka sama Brownies, aku lebih suka Red Velved. Mahalan dikit.”

***

 
Bekasi, 15 Februari 2015



Tulisan cerpen ini pernah dipublikasikan di Website-nya @KomtungTV

Tidak ada komentar:

Posting Komentar