“Eh, aku sudah baca buku cerpen-cerpen fiksi
yang kamu tulis loh. Bagus banget. Sumpah!” Katanya sambil tersenyum kepadaku.
Jari kanannya membentuk angka dua lalu ditempelkan di sebelah pipinya.
“Oh iya? Cerita yang bagus menurut kamu yang mana?” Tanyaku.
“Yaa… Semuanya bagus kok. Tapi kalau disuruh milih satu, aku paling suka cerita yang judulnya ‘VIRGO: Demi Seseorang’,” Jelasnya. “Cerita tentang seorang cowok yang rela mendonorkan ginjalnya demi perempuan yang dia suka meskipun perempuan tersebut sudah menjadi milik orang lain.”
“Terus?”
“Cowok itu menyesal karena dulu tidak sempat mengungkapkan perasaannya. Suatu waktu perempuan itu mengalami gagal ginjal, dan cowok tersebut tidak mau menyesal lagi karena merasa gagal menyelamatkannya. Jadinya dia mendonorkan ginjalnya untuk perempuan tersebut. Akhirnya perempuan tersebut selamat dan hidup bahagia bersama suaminya.”
“Wah.. Beneran baca ya ternyata.Hahaha,” Aku tertawa pelan. “Aku juga suka cerita yang itu.”
“Tapi ada yang bikin aku penasaran loh.”
“Penasaran? Apa tuh?” Tanyaku. Kini malah jadi aku yang penasaran.
“Dari 11 cerita yang ada di buku kamu, nama karakter perempuannya kenapa selalu berinisial ‘RF’ ya? Resti Faradilla, Reini Febrianty, Regina Frieska, Renata Fathiasabila, Rahayu Ferdianti—“
“Oh.. Itu—“ Aku memotong kalimatnya.
“Risya Fitriani.. Hemm.. Aduh aku lupa siapa lagi.” Dia menghiraukanku yang sedang ingin menjelaskan sesuatu.
“Soal nama—“
“Ngomong-ngomong inisial namaku aku kan juga
‘RF’. Rika Fairunisa” Dia kembali memotong kata-kataku yang belum selesai. “Kamu terinspirasi ya sama aku? Hehehe”
Dia tersenyum menatapku dengan lirikan yang
sedikit menggoda.
“Iya.Hehehe” Jawabku jujur. “Enggak apa-apa
kan? Abisnya susah nyari nama perempuan, aku kan dulu anak STM, enggak punya
teman cewe.”
“Enggak apa-apa kok. Aku malah senang kalau bisa jadi inspirasi gitu.” Dia tersenyum lagi. “Terus dari 11 cerita itu, kenapa judul ceritanya pakai nama-nama Zodiak kaya Capricon, Cancer, Leo, Virgo, Libra, semuanya deh kecuali 1 zodiak yaitu Aries. Dan kenapa cuma 11 sih?”
“Ooh.. Itu. Eh, tapi jangan bilang siapa-siapa ya.” Aku berbisik kepadanya. “Cerita ke 12 nanti bakal ada di buku antologi. Buku keroyokan aku sama penulis-penulis lain yang masih satu penerbit. Katanya sih strategi pemasaran gitu. Aku sih nurut-nurut aja.”
“Wah.. Keren!! Bagi bocorannya dooong.” Pintanya.
“Belum ditulis. Baru nanti malam mau ditulis draft ceritanya.”
Dia tersenyum kepadaku, dan aku pun membalas
senyumannya. Suasana hening tercipta. Kita sama-sama terdiam. Aku lihat dia
memainkan ujung rambutnya yang keriting dengan jemarinya. Seperti sedang
berpikir.
“Eh, tapi masa karakter perempuan di cerita
kamu jahat-jahat semua sih,” Tiba-tiba ia berkata, kembali membuka pembicaraan.
”Kasian karakter cowoknya, ada yang ditinggalin nikah, diselingkuhin, ditipu,
digantungin, di-friendzone-in. Ngenes banget. Hehehe”
“Ya memang benang merahnya itu. Tentang kekecewaan.”
Kataku.
“Iya.” Ucapnya singkat.
“Kalau soal penulisan dan pemilihan kata-kata gimana menurut kamu?” Tanyaku.
“Asyik kok. Enak dibaca. Banyak quotes yang bagus dan romantis. Enggak nyangka ternyata kamu orangnya puitis juga. Aku kira kamu orangnya pendiam.”
“Iya dong.”
“Eh, Enggak deh,” Ia meralat ucapannya. “Belum tentu kamu puitis. Itu kan tulisan, bisa dipikir-pikir dulu. Kalau kamu bisa beneran jago, coba ucapin langsung ke aku dong.”
“Maksudnya?”
“Iya. Kamu rayu terus puji-puji aku pakai kata-kata puitis kamu. Yaa.. Itu juga kalau kamu bisa loh.”
“Dih.. Enak di kamu dong. Enggak mau ah.” Aku menggelengkan kepala.
“Takut?” Dia tersenyum kepadaku. Senyumannya terlihat usil.
“Enggak!” balasku. “Aku kasih tau ya, cowok Virgo sih orangnya romantis ya! Gini aja deh biar fair, setelah aku rayu kamu, kamu balas rayu aku. Kita main rayu-rayuan. Siapa yang ge-er, nyengir apalagi ketawa duluan. Dia kalah!”
“Ooh.. Nantang nih. Oke. Tambahin sedikit, nanti yang kalah harus foto kayang di depan Bundaran HI terus upload di twitter. Gimana?!” Dia menatapku sambil menggoyang-goyangkan alisnya.
“Deal! Enggak boleh ge-er, nyengir sama ketawa. Kalau senyum boleh ya?”
“iyaa..”
“ Oke aku mulai ya.”
Aku menarik nafas panjang. Mencoba berpikir,
rayuan apa yang harus aku katakan kepadanya.
Ah, sial!
Kenapa jadi grogi begini sih.
“Kamu tau enggak, Ka.“
“Eh, kok kamu nunduk sih ngomongnya?” Tanyanya. “Tatap mata aku dong. Kamu enggak berani ya?”
“Eh, siapa yang enggak berani? Kamu enggak bilang tadi ngerayunya harusnya pakai tatap mata.”
“Yaa.. Yang namanya ngerayu harus kontak mata lah. Ketahuan banget nih enggak pernah ngerayu cewek.Hahaha”
“Berisik, ih!” kataku pura-pura kesal. “Oke! Aku mulai nih.”
Aku menatap matanya. Satu detik, dua detik
sampai lima detik aku menatap matanya, entah kenapa tiba-tiba detak jantungku
berdebar-debar. Sebelum ini, aku belum pernah menatap mata dan wajahnya dari
jarak sedekat ini. Dia sangat begitu cantik dan anggun dengan rambut hitam
panjangnya yang digerai bebas. Ah, Sial!
“Kok diem?” Katanya tiba-tiba sehingga
membuyarkan bayanganku tentangnya.
“Eh, enggak. Ini baru mau ngomong… Kamu jangan ganggu konsentrasi aku dong.”
“Ooh.. Gitu. Kirain grogi. Hehehe”
Sial. Ternyata dia tahu perasaanku saat ini.
“Ka, kamu tahu enggak?” Kataku mulai merayunya
“Apa?”
“Ayu Tingting, Tingting Ayu. I'm nothing without you.”
Anjir! Cemen banget rayuannya. Ini kalau
Kahlil Gibran masih hidup terus denger, mungkin dia bakal berhenti jadi penyair
dan lebih milih jadi sales Yakult. Aku sedikit melirik bibirnya, tidak ada
gerakan sedikit pun dari bibirnya yang terlihat seksi tersebut. Rayuan pertama:
Gagal.
“Sakti…”
“Iya, ka?” Jawabku singkat sambil tersenyum.
Aduh! Dia mau bilang apa ya? Jantungku
berdebar-debar.
“Sebenarnya ada banyak kata-kata di dalam
kepala,” Katanya mulai merayuku. “Tetapi ternyata tidak semudah itu ya bicara,
dan saat melihat kamu tersenyum entah kenapa aku jadi lupa cara berkedip.”
NGUUUUEEEENGG!!! WWUUUUUUUUZZZZ!!!
Sepertinya syaraf-syaraf di sekitar
bibirku mulai meronta-ronta menggeliat ingin bergerak bebas.
Tahan, ti! Tahan, ti!! Aku berusaha
untuk tidak cengengesan apalagi tertawa.
“Ka, kamu tahu enggak?”
“Apa?” Tanyanya.
“Jaman dulu pelangi itu bentuknya bulat. Tapi setelah kamu lahir, sekarang pelanginya tinggal separuh. Karena separuhnya pindah ke mata kamu.”
“Iya. Separuh pelangi ada di mata aku. Tapi sejak aku ketemu kamu. Di mata urutan warna pelanginya jadi bukan mejikuhibiniu, tapi jadi mejikucintakamu.” Katanya membalas gombalanku dengan tenang.
HA-HO-HA-HOOOO!!!
Ini anak jago banget counter attack-nya. Pertahananku hamper jebol. Ayo Sakti berpikir. Serangan balasan harus
segera dilancarkan.
Aku melepaskan tatapanku kepadanya dan
kepalaku menengok ke sana-ke sini seperti sedang mencari sesuatu.
“Kok, enggak mau natap aku?” Dia tampak
kebingungan.
“Sebentar. Aku lagi nyari sesuatu nih.”
“Nyari apa?” Tanyanya.
“Nyari tangga.”
“Buat apa?”
“Buat menggapai hati kamu~”
Akhirnya dia tersenyum dan Aku pun juga
tersenyum karena merasa puas. Tapi tidak lama kemudian dia mengikuti gerakanku
tadi, menengok ke sana-ke sini seperti sedang gelisah mencari sesuatu. Tiba-tiba
dia berbicara dengan seseorang pria berbadan tegap yang ada di dekatku.
“Pak, lihat tukang AC enggak?”
“Hah? Neng ngomong sama saya? Enggak, Neng. Kenapa emang nyari tukang AC?” Kata pria berbadan tegap tersebut.
“Ini loh pak.. Mau nyuruh matiin AC. Buat apa nyalain AC kalau lihat senyumnya dia udah bisa bikin sejuk?” Katanya sambil menunjuk ke arahku.
Ppffffffftttttt.. Sial. Sepertinya
hidungku mulai kembang kempis. Ini anak jago banget sih bikin ge-er.
“Ka, Kamu mau aku ramal enggak?”
Kataku.
“Enggak ah. Zodiak aku Aries, orang Aries itu enggak percaya sama ramalan.”
“Yee.. Dengerin dulu. Nanti tahun 2018, kamu daftar jadi Miss Indonesia, tapi kamu bakal didiskualifikasi.” Kataku mencoba untuk kembali merayunya.
“Loh kok gitu? Kenapa?” Tanyanya.
“Kamu didiskualifikasi karena kecantikan kamu itu udah bukan tingkat nasional lagi tapi udah tingkat dunia.”
Hayolooo!!! Rasaaaain!!!
Ah, siaaaaaaaaal. Dia masih tetap
kalem.
“Terima kasih udah bilang aku cantik.”
Katanya. “Tapi aku mau jujur nih.”
“Jujur soal apa?” Aku menahan nafas sejenak.
“Menurut aku, Kamu itu enggak ganteng…”
“……”
“Kamu itu… Masa depan.”
DUG! DUG! DUG! TEKTEKTEK DUGG!!
Allahuakbar.. Allahuakbar…
“Bbbffffttt..
Uhukkk!!” Aku tersendak. "HAHAHHAAHAHA!!!”
Aku tidak bisa lagi menahan tawa.
“Yes! Kamu kalah!! Yeeeeeey!” Dia berteriak
kegirangan seperti anak kecil. “Jangan lupa foto di depan kolam bundaran HI
sambil kayang terus fotonya jangan lupa mention
ke aku ya. Mau lihat.Hehehe”
“Iya. Nanti aku fotonya pakai sweater dari kamu.”
“Wah… Sweater-nya dipakai, jadi malu nih. Hehehe” Katanya. “Oh iya, makasih ya kemarin udah bantu-bantu acara charity-nya. Semoga bermanfaat ya.”
“Amin. Kamu tahu enggak kenapa aku kemarin itu ikut lelang sweater dari kamu?”
“Kenapa?”
“Itu karena sebenarnya aku—“
Tiba-tiba seseorang laki-laki berbadan tegap
yang tadi ada di dekatku menepuk pundak dan menegurku.
“Maaf, mas. Waktunya sudah habis.” Kata pria
tersebut.
“Loh, cepat banget mas? Saya beli 50 CD loh?”
“Iya. 50 CD itu 500 detik kan? 8 menit 20 detik. Ini malah udah lebih 5 detik nih.” Ucap pria tersebut sambil memperlihatkan stop watch di tangannya.
“Yaah.. sudah habis ya waktunya.” Rika memotong pembicaraan aku dengan pria berbadan tegap itu. “Terima kasih ya sudah ngobrol-ngobrol sama aku. Sampai ketemu lagi.”
Dia tersenyum. Sambil melambaikan tangan pelan
ke arahku.
“Iya nih. Sampai ketemu lagi ya, ka.” Aku
membalas lambaian tangannya.
Aku pun membalikan badan berjalan ke luar
ruangan tempat event Handshake Festival
JKT49 tersebut. Kulihat antrian orang-orang yang ingin bersalaman dan
ngobrol dengannya sangat panjang, mata mereka menatapku dengan tatapan yang
kurang mengenakan. Mungkin karena tadi aku menghabiskan waktu yang lama ketika
ngobrol dengannya. Wajarlah, kemarin aku membeli 50 CD mereka dan mendapatkan
waktu sebanyak 500 detik untuk ngobrol dan bersalaman dengannya.
“Gimana tadi ngobrolnya, ti? Ngobrol apa aja?”
Ucap Rudi, salah satu temanku, setelah aku ke luar dari ruangan tersebut.
“Ya gitu deh.” Balasku sesingkatnya.
“Banyak duit ya lo sekarang, ti. Kemaren pas charity ngelelang sweater-nya 15 juta. Terus nambah beli CD 50 biji. Honor lo nulis udah turun ya?” Tanyanya
“Belum kok. Masih bulan depan turunnya, Rud.” Jawabku
“Lah, duit lo banyak dari mana? Pesugihan ya lo?” Candanya,
“Enak aja, musrik tuh. Udah ah ayo balik, mau nulis cerita ke-12 nih buat buku gue. Gue udah dapat judul yang oke, nanti ceritanya gue kasih judul ‘ARIES: 8 Menit 20 Detik.’ Gimana oke kan, Rud?”
“Iya oke. Tapi lo belom jawab pertanyaan gue, duit dari mana tuh?” Kata Rudi kembali mengulangi pertanyaannya.
“Ooh itu..”
Pip! Pip! Pip!
Handphone milikku tiba-tiba berdering, kulihat
layar handphone ada panggilan masuk dari seseorang dan langsung kuangkat
telepon tersebut. Aku berjalan perlahan menjauhi Rudi.
“Halo pak bos… Kabar? Alhamdulillah saya
sehat. Gimana kabar mas Putra? Sehat? Alhamdulillah. Apa saya bilang, ginjal
saya bagus kan pak bos?! Cocok buat mas Putra. Enggak sia-sia pak bos beli. Itu
ginjal saya masih ori loh, tangan pertama, enggak ada lecet dan udah anti gores.
Hahaha.”
***
24 Januari 2015
Tulisan cerpen ini pernah dipublikasikan di Website-nya @KomtungTV
http://komtungtv.com/detailarticle.php?vid=176&pid=9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar