Senin, 27 Juli 2015

MESSAGE ON A CUP



“Mas Caki! Green Tea Latte atas nama Caki!” Seorang barista berteriak dari balik meja kasir memanggil nama seseorang yang memesan segelas minuman Green Tea Latte.

“Tuh! Itu Green Tea Latte kamu tuh.” Kata seorang perempuan yang duduk di depanku tanpa menoleh. Matanya sibuk menatap layar laptop yang ada di depannya. Enta apa yang dia lakukan. Mungkin sedang ngehack Pentagon.

“Iya. Nama minumannya sih betul. Tapi namanya salah. Namaku Sakti, bukan Caki.” Ujarku sedikit kesal.

“Udah biasa kali di sini baristanya salah nyebutin nama.”

“Ya tapi jangan dibiasain dong. Udah beberapa kali mereka salah menulis namaku jadi Caki, bahkan namaku pernah diganti jadi Septi. Kebiasaan nih lama-lama.” Kataku sambil mengtuk meja dengan lumayan keras hingga sampai membuat para pengunjung Coffee Shop yang lain menoleh ke padaku.

“Loh, kok kamu keselnya ke aku?” Dia mengangkat kepalanya. Matanya tajam menatapku.

“Eh, enggak. Aku enggak kesel sama kamu. Aku keselnya sama barista itu.” Bantahku.

“Enggak. Kamu kesel sama aku, karena aku enggak mau balikan sama kamu kan? Kebetulan aja ada orang lain yang salah terus kamu lampiasin ke dia, padahal kamu keselnya sama aku. Kamu tuh emang gitu ya.”

“Enggak kok. Aku enggak kesel sama kamu, Res.”

“Mas Caki! Green Tea Latte atas nama Caki!” Barista itu kembali memanggil namaku yang sebenarnya itu bukan namaku.

IYA TUNGGU SEBENTAR, SETAN!!

Rasanya aku ingin berteriak seperti itu. Tapi kuurungkan niatku tersebut karena selain tidak sopan, saat ini aku sedang bersama seseorang yang kalau aku menunjukan sikap kasar di depannya, mungkin dia bisa ilfeel kepadaku.

Jadi yang harus kulakukan saat ini adalah berdiri dari kursi, berjalan ke kasir mengambil minuman pesananku dan melihat nama yang tertera di seragam barista tersebut. Rudi. Oke! Setelah itu aku akan masuk ke dalam ruang manager lalu menghasutnya agar dia memecat barista yang bernama Rudi, karena dia telah berkali-kali salah dalam menuliskan namaku. Dan semoga dia nanti masuk neraka, terus di neraka nanti dihukum disuruh main Winning Eleven pakai stick yang tombol ‘X’-nya mendem.

Oke! Kayanya itu terlalu berlebihan. Setelah mengambil pesananku dan meliat namanya, sepertinya aku cukup memberikan muka masam saja menunjukan kalau aku tidak puas dengan pelayanannya, tidak perlu melaporkannya ke manager-nya, ngadu ke orang tuanya atau bahkan menuntutnya ke Mahkamah Agung. Selamat, Rudi! Kamu aman malam ini.

Oh, iya sebelumnya mungkin perlu aku ceritakan kenapa aku tetap saja mau ke tempat ini meskipun aku sering dibuat kesal oleh baristanya. Aku mengunjungi tempat ini karena hanya di sinilah aku bisa bertemu dengan seseorang yang dulu pernah memberikanku banyak kebahagian dan keceriaan ketika sedang berada di dekatnya. Tapi juga membuatku menjadi seseorang yang mudah resah dan emosional ketika aku sedang jauh darinya. Dia mantan pacarku.

Rezky Fitriadinda. Nama panggilannya Ires.  

Kami pisah bulan lalu karena sebuah pertengkaran yang diawali oleh hal yang sebenarnya sepele. Waktu itu kami janjian di Coffee Shop ini, aku datang terlebih dahulu. Dan ketika Ires sampai ke Coffee Shop ini, dari balik jendela aku melihat dia turun dari taksi. Dan dia turun dari pintu depan taksi. Artinya selama di perjalanan, dia duduk di samping supir taksi! Bayangkan!! Naik taksi sendirian tapi duduknya di depan.

Aku langsung ke luar dari Coffee Shop dengan sedikit berlari lalu menghampirinya dan bertanya kenapa dia naik taksi tapi duduk di depan? Waktu duduk di depan, dia ngapain aja sama supir taksinyanya? dan Taksi-taksi apa yang ganteng? Dia menjawabnya dengan cuek seakan-akan tidak ada apa-apa da dia enggak bisa menjawab tebak-tebakanku, padahal kan jawabannya gampang. Taksido Bertopeng.

Aku kesal. Sampai akhirnya aku memakinya dengan kata-kata ‘Dasar cewek murahan!’

Aku menyesal. Aku menyesal kenapa aku bisa berkata-kata sekasar itu, harusnya aku bisa sedikit tenang dengan tidak menyebut dia dengan sebutan ‘cewek murahan’ tapi ‘cewek gampangan’. Mungkin itu sedikit lebih sopan.

“Eh, jaga ya mulut kamu. Aku enggak nyangka kamu sekasar ini.” Kata Ires waktu itu saat aku memakinya dengan kata-kata ‘cewek murahan’.

“Emang kenyataannya gitu!” Aku tidak mau kalah emosi juga.

“Aku mau pisah!!”

“Pisah.. Pisah.. Emangnya bihun.”

“Terserah!”

“Dasar cewek murahan... “

Aku langsung pergi setelah puas memakinya, dia kutinggal sendirian di depan Coffee Shop. Tapi 5 menit kemudian aku balik lagi ke Coffee Shop tersebut. Bukan untuk mencarinya tapi karena Green Tea Latte-ku masih tersisa setengah. Sayang kalau enggak dihabiskan, harganya 38 ribu. Ini Green Tea Latte, bukan Granita. Ketika kembali ke sana, aku melihatnya sedang duduk di pojokan sambil tersenyum sendirian memandangi gelas Iced Chocolate-nya. Dasar gila! Psikopat!

Entah kenapa saat itu aku bisa berpikiran dan berbuat seperti itu. Tapi yang pasti. Sekarang aku sangat menyesal. Sungguh.  

“Liat nih, Res. Siapa yang enggak kesel coba. Udah salah tulis nama, masih sempatnya dia meledekku.” Aku menunjukan gelas Green Tea Latte-ku kepadanya.

“Ha? Apaan maksudnya?

“Iya. Liat di bawah tulisan CAKI. Dia ngasih icol melet ‘:p’ dibawahnya. Ngeledek banget kan?”

“Ih, lucu tau. Difoto aja terus kamu upload di twitter.”

“Difoto?” Tanyaku seperti sedang menyadari sesuatu. “Tadi kamu bilang difoto terus diupload di twitter?”

“Iya. Emang kenapa?” Dia balik bertanya kebingungan.

“Ooh.. Aku tau sekarang kenapa mereka suka salah nulis nama,” Aku mulai menjelaskan. “Tujuan biar pelanggannya yang mengganggap ini lucu terus diupload ke twitter. Kamu liat nih kenapa mereka nulis namanya di bawah logo Coffee Shop-nya. Promosi gratisan ujung-ujungnya! Kamu kok mau aja sih dikerjain sama mereka?”

Aku baru sadar. Ternyata tujuan para barista itu salah menuliskan nama-nama pelanggannya adalah supaya kelakuan mereka itu dianggap lucu dan berharap pelanggan bakal memfoto gelas tersebut kemudian mempostingnya di akun socmed mereka. Pantas saja di hari ketika aku putus dengan Ires, aku melihat akun twitter-nya di sana ada sebuah posting-an dengan sebuah foto gelas dengan logo Coffee Shop dan dibawahnya ada tulisan seperti ini kalau enggak salah: You are beautiful...

Hih! Dasar cewek gampangan. Mau aja dimodusin abang-abang tukang kopi pakai lirik lagu Cherrybelle.

“Apaan sih kamu, ti?! Mulai lagi kan suudzon sama orang.” Katanya ketus.

“Bukannya suudzon,” bantahku. “Tapi mereka emang curang.”

“Udah lah. Akui aja kalau kita emang enggak cocok.” Ujarnya sambil sedikit menutup layar laptopnya. Sepertinya dia juga sudah mulai kesal. 

"Maksud kamu?"

“Aku capek. Belakangan waktu kita masih jadian, kalau ketemu kita pasti berantem terus. Enggak kehitung udah berapa kali kita berantem karena hal-hal yang enggak penting. Dan aku selalu minta udahan.” Jelasnya. Aku lihat tangannya mengambil gelas Iced Chocolate yang ada di samping laptopnya. Mungkin dia haus setelah lama berdebat denganku.

“Dan kamu yang minta balikan lagi.”

“Iya!” balas Ires cepat. Tangannya menaruh kembali Gelas Iced Chocolate yang belum sempat dia minum. “Karena aku merasa aku bisa mengubah kamu. Tapi ternyata enggak. Kamu orangnya susah diatur atau mungkin kamu emang enggak pernah mau berubah. Dan satu lagi,  kamu itu orangnya cemburuan. Cemburuan pake banget. Titik.”

“Tapi, Res... Aku cemburu karena kamu cuek banget sama aku. Enggak ngehargain aku. Temen-temen cowok yang mepet-mepet ke kamu, kamu biarin aja. Entah kamu yang emang suka atau kamu itu...”

“Apa? Cewek murahan?!” Dia memotong kata-kataku.

“Bukan, Res.”

“Lalu apa?!”

“Cewek gampangan.”

“Terserah!!”

“Maksudku...” Aku menghentikan kata-kataku sejenak.

Aku berpikir tanpa berani memandangnya. Sepertinya aku salah ngomong lagi. Mataku melirik-lirik melihat apapun yang bisa mengalihkanku dari tatapan matanya. Sampai akhirnya aku melihat sebuah cup bekas Iced Chocolate miliknyanya yang lain, yang sudah habis dia minum dan mengambilnya untuk melihatnya lebih dekat. Di gelas tersebut terdapat tulisan ‘IRES” dengan icon hati di bawah namanya.

“Ini siapa yang nulis di gelas ini?!” Kataku mencoba untuk sedikit mengalihkan pembicaraan.

“Apa?” Dia bertanya balik seakan-akan tidak mengerti maksud pertanyaanku.

“Ini gelas kamu ada yang nulis icon love di bawah nama kamu. Siapa yang nulis?”

“Emang kenapa sih? Aku aja seneng-seneng aja, kok malah kamu yang sewot?”

“Ya karena aku ini kan.....”

“Apa?!” Tanyanya dengan mata yang sedikit melotot ke arahku.

“Mantan pacar kamu...” jawabku sambil menunduk dan menaruh kembali gelas yang tadi kupegang.

“Udah mantan kan? Kamu enggak berhak larang-larang aku ini itu lagi.”

“Kita balikan yuk, Res!” Kataku tiba-tiba. Aku bingung enggak tahu harus ngomong apa lagi dan langsung memberikan pertanyaan yang memang menjadi tujuanku untuk mengajaknya balikan lagi ketika bertemu dengannya. Sepertinya kali ini aku yang gila. Atau bukan kali ini, tapi sebenarnya dari kemarin itu aku yang gila.

“Apaan sih!!” Dia menatapku dengan aneh. Sepertinya tatapan itu berbicara kepadaku dengan kata-kata ‘apaan sih ini orang aneh banget lagi ngomongin apa tiba-tiba nagajak balikan’,

Aku hanya bisa menunduk setelah dia menatapku seperti itu. 

“Ini kok malah main balikan-balikan aja," Ketusnya, "Aku enggak mau dan enggak bisa.”

“Tapi aku mau.”

“Itu urusanmu.”

“Ayolah, Res. Kita harus balikan karena kita ini adalah pasangan terhebat yang pernah diciptakan di muka bumi nomor 4 terbaik setelah Adam-Hawa, Habibie-Ainun, dan Fathur-Nadila.”

“Fathur-Nadila itu cuma pasangan duet, bukan pasangan hidup! Terserah kamu mau ngomong apa. Yang jelas aku enggak bisa sama kamu karena aku sudah punya pengganti kamu kamu?”

“Maksudnya? Kamu udah punya pacar lagi?”

“Iya.” Jawabnya tanpa ada keraguan.

“Siapa?!”

Dia mengambil gelas Iced Chocolate dari samping laptopnya yang masih terisi, mungkin dia baru meminum seperempat isinya, kemudian memutarnya tepat dihadapanku untuk menunjukan sesuatu. Aku lihat gelas tersebut dengan jelas, di sana ada tulisan. Tulisan yang cukup panjang. Bukan hanya sekedar tulisan nama seperti di gelasku atau gelas-gelas yang lainnya. Setelah aku baca, pikiranku langsung menerawang mengingat-ingat sesuatu.

Temanku yang seorang selebtweet galau-galauan pernah ngetwit: Suatu saat nanti akan ada masanya di mana mundur itu adalah sebuah jawaban bukan pilihan.

Dan sekarang sepertinya aku sedang mengalami masa itu.

Aku kembali membaca perlahan tulisan yang ada di gelas Iced Chocolate milik Ires tesebut dengan perasaan sedikit kecewa dan hati yang patah. Di sana terdapat sebuah kalimat:

‘Kamu cantik hari ini, dan membuatku makin jatuh hati. I Love You. – Rudi.’


***


Bekasi, 19 Juli 2015


Cerpen ini pernah dipublikasiin di web-nya @KomtungTV. Yeah! 

Rabu, 22 Juli 2015

CAKE & RED CAKE



“Kamu ini suka sama cewek enggak sih, ti?” tanya Rena Febiana sambil tersenyum dan menatap lembut mataku.
 

“Yaa… Suka ah. Aneh-aneh aja pertanyaan kamu.”

“Tapi kok kamu enggak pernah punnya pacar sih? Umur kamu 25 tahun loh. Itu artinya kamu itu udah jomblo perak.”

“Hahahaha!”

“Yee.. Malah ketawa.” 

Jomblo Perak. Istilah yang menggelikan untukku. Tapi dia benar, di umurku yang sudah menginjak angka seperempat abad ini, aku belum pernah sekalipun mempunyai seseorang yang kata orang-orang itu disebut pacar. Di saat teman-temanku yang seumuranku sudah mulai mempunyai rencana untuk membangun sebuah rumah tangga, aku masih saja santai main-main atau asyik menonton FTV yang soundtrack-nya hampir selalu diambil dari lagunya Tangga.
Dia melemparkan sebuah french fries ke arahku karena aku masih saja tertawa dalam menanggapi ucapannya, tapi french fries yang dilemparkan tidak berhasil mengenaiku sehingga jatuh di sofa tempatku duduk. Karena sayang udah beli mahal-mahal, akhirnya french fries tesebut kupungut kembali dan kumakan.

“Ya abisnya ada-ada aja istilah kamu. Masa iya jomblo perak.” Kataku sambil mengunyah french fries yang tadi kuambil.

“Jorok, ih!!”

“Biarin! Hahaha”

“Sebagai seorang sahabat aku khawatir sama kamu, ti. Apalagi sekarang jamannya laki suka sama laki.”

“Enggak mungkin lah. Aku pernah suka kok sama cewek.”

“Siapa? Coba cerita kapan pertama kali kamu suka sama cewek. Aku ingin tau.” Pintanya penasaran.

“Aduh. Aku enggak bisa cerita. Hahaha”

“Yaaah… Cerita dong.”

“Atau begini deh, aku bakal cerita ke kamu tentang orang yang pernah aku suka pertama kali. Tapi dalam bentuk cerpen. Kasih aku waktu kurang lebih setengah jam. Selama aku menulis, aku minta tolong ke kamu untuk beliin aku sesuatu.”

“Beli apa?”

“Tolong belikan sekotak Brownies di sebuah toko di lantai 3. Nama tokonya CakeTalk.” Kataku sambil mengeluarkan selembar uang seratus ribuan ke padanya.

“Hemm.. menarik juga. Kamu memang selalu bisa bikin orang jadi penasaran.” Dia mengangguk-angguk. “Baiklah aku ke atas dulu ya. Aku bakal ke sini lagi 20 menit kemudian.

Aku mengangguk. Kukeluarkan sebuah laptop dari dalam tas dan setelah menyala jariku mengklik logo MS Word.  Sebelum mulai menulis, aku mengambil cangkir kopi yang ada di atas mejaku tapi sayang ternyata kopinya sudah habis.

Aku melirik ke kiri dan kanan, pengunjung kedai kopi dan pelayannya sedang sibuk dengan urusannya masing-masing. Aku mengeluarkan segelas Granita dari dalam tas lalu kubuka dan kutuang ke dalam cangkir tersebut. Lumayan. Setidaknya aku masih bisa nongkrong disini kurang lebih 2-3 jam lagi.

*

17 Agustus 2003
Hari itu adalah hari yang kita peringati sebagai Hari Kemerdekaan, sebuah hari yang dirayakan oleh seluruh penduduk Indonesia karena pada hari itu di tahun 1945, kita bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Banyak cara yang dilakukan untuk merayakan hari tersebut. Tentunya dengan berbagai macam cara atau acara yang diselenggarakan untuk memperingati hari Kemerdekaan tersebut termasuk SMP gue.

Jadi, SMP gue mengadakan lomba bikin kue antar kelas. Tiap kelas harus membuat kue dan nanti dinilai oleh tim penilai yang berisikan guru-guru. Tapi bukan itu inti dari cerita yang bakal gue ceritakan. Gue enggak ingat sama lombanya, yang gue ingat adalah kejadian yang terjadi setelah lomba. Kue tersebut bakal dipotong satu per satu oleh anak perempuan dan diberikan kepada anak laki-laki yang dia inginkan.

“Eh.. gimana kalo kita seru-seruan. Ini kan ada kue lumayan gede. Gimana kalo yang cewe motong ini kue sepotong-sepotong terus dikasihin ke anak-anak cowo. Setuju?"  kata Ketua kelas gue waktu itu.

Suasana menjadi heboh, teriakan dan siulan terdengar riuh di dalam kelas. Anak-anak cewek saling tarik-tarikan malu-malu. Akhirnya Ketua Kelas gue tersebut menyuruh salah seorang anak cewe maju buat motong kue lalu diberikan ke anak cowok. Dan cewe yang Beruntung atau sial itu namanya Resti. Dia bisa dibilang sebagai cewek paling populer di kelas, bahkan di sekolah. Sontak satu kelas langsung riuh dan cowok-cowok yang ada di kelas pasti bakal ngarep bakalan dikasih kue tersebut.

Resti udah berada di depan kelas untuk memotong kue yang kemudian nanti akan diberikan kepada anak cowo yang dipilihnya. Gue melihat dia didepan lagi ngobrol bercanda sama si Ketua Kelas, tampaknya dia agak terkejut karena disuruh buat jadi korban si Ketua Kelas.

“Pasti gue nih yang dikasih.”  Kata Rudi, teman sebangku gue dengan penuh percaya diri.

“Apaan, Rud? Elu? Ngaca Rud? Kalo ga punya kaca, Ngaca sono di Sumur. Kalo kaget lo tinggal nyemplung.“  Kata Onoy, teman yang ada di belakang bangku gue.

“Ah.. elu sama aja Noy. Mana mau dia sama preman Stasiun. Nih gue Calon 
terkuat. Anak rumahan. Raden Mas Haryo Purboningrat.”  Kata Haryo, teman sebangku Onoy, sambil menepuk-nepuk dadanya.

“Diem lu, Jawir!” balas Onoy

Gue cuma bisa tertawa ngeliat tingkah temen-temen di samping dan di belakang gue. Tapi tawa gue mendadak berhenti ketika gue melihat Resti di depan kelas. Gue lihat matanya menatap ke arah gue. Tidak lama kemudian dia berjalan perlahan sampai akhirnya berada tepat di depan meja gue. Dia berdiri dihadapan gue sambil membawa sepotong kue yang diletakan di atas piring kertas. Gue mendongak keatas. Wajahnya yang putih bersih, rambutnya yang hitam dan panjang.


Cantik.

Dia tersenyum dan gue grogi ingin kencing.

Mimpi apa gue semalem?! Gue ingat-ingat kembali, berfikir keras untuk mengetahui mimpi apa gue semalem. Apakah gue Mimpi jalan-jalan ke DUFAN sama Keluarga gue? Oh. Bukan! Itu mimpi waktu 2 hari yang lalu.

Gue kembali berfikir lagi.

Jangan-jangan mimpi dikejar Setan? Heeemm.. ah bukan juga, itu mimpi waktu malem jumat minggu lalu.

Gue berfikir keras lagi, mencari-cari sebenarnya gue mimpi apa.

Jangan-jangan Gue semalem Begadang?! Gak tidur, makanya gue jadi gak inget mimpi apa gue semalem?!

Deg..deg.. Deg.

Deg.. Deg..deg.. Deg..deg..

Deg..deg.. Deg..deg….deg.. Deg..deg….

“Heii Saktii, Nih kue dari gue. Diterima yaaa.”  Kata Resti sambil menyerahkan kue yang ada ditangannya ke gue sambil tersenyum lagi. Setelah itu gue ditinggal pergi.

Sejak saat itu. Selama 10 tahun bayang-bayangnya selalu hadir di pikiran gue dan selama 10 tahun itu juga gue hanya bisa menjadi seorang pengagumnya saja. Gue enggal pernah menanyakan kenapa saat itu dia menyerahkan kue-nya ke gue. Gue takut apa yang gue harapakan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan.

Teruntuk Resti yang telah membuatku jatuh hati, maaf aku tak pernah punya nyali.

**
 
“Wah, keren!” Kata Rena setelah membaca cerpen tentang pengalamanku ketika suka dengan seseorang untuk pertama kali.

“Makasih, Ren,” Balasku. “Oh, iya. Brownies-nya mana?”

“Oh, iya lupa. Nih Brownies-nya.” Katanya sambil menyerahkan bungkusan plastik yang berisi sekotak Brownies. “Ti, sekarang kabarnya cewek yang ad di cerpen kamu gimana?”

“Resti? Dia udah nikah. Dia menikah dengan salah satu anak mantan pejabat gitu lah tahun lalu. Sekarang kerjaannya upload foto liburan terus di Path. Sebel sih tapi tetap aja aku kasih love di fotonya.Hehehe”

“Oh, gitu. Tapi aku yakin sebenarnya dulu itu dia suka loh sama kamu. Sepotong kue yang dia kasih ke kamu itu sinyal-sinyal yang dikirim buat kamu, tapi sayangnya kamu enggak kasih balasan.”

Aku juga sebenarnya berpikiran seperti itu. Tapi saat itu aku memang benar-benar tidak punya nyali untuk mendekatinya apalagi menyatakan apa yang aku rasakan kepadanya. aku banyak belajar dari sana. Belajar agar kejadian tersebut tidak boleh terulang lagi.

Jika kamu sedang jatuh cinta, katakanlah. Cinta memang perkara hati tapi bukan berarti terus disimpan di dalam hati. Jika kamu sedang jatuh cinta, perjuangkanlah. Ya! Karena menurutku cinta itu adalah sebuah perjuangan. Itulah kenapa ada orang yang jatuh hati pada hati yang sudah ada pemiliknya.
“Iya. Aku baru paham. Makanya sekarang aku menyesal. Kalau suka sama orang itu bilang. Makanya aku enggak mau kejadian itu keulang lagi.” Kataku ke Resti. 

“Lalu kue Brownies ini untuk apa?” tanyanya.

“itu—“ Aku menarik nafas dalam-dalam sejenak. “Itu buat kamu, Ren. Semoga kamu suka.”

“Maaf, aku enggak suka sama kamu.”

“…..”

“Eh, maksud aku, aku enggak suka sama Brownies, aku lebih suka Red Velved. Mahalan dikit.”

***

 
Bekasi, 15 Februari 2015



Tulisan cerpen ini pernah dipublikasikan di Website-nya @KomtungTV

Minggu, 19 Juli 2015

SHEILA ON 19



“Jadi mamas udah pernah pacaran berapa kali?” Tanyanya tanpa menatap ke arahku. Matanya fokus lurus ke depan dan tangannya lincah dan sigap mengendalikan stir agar mobil tidak hilang kendali.

“18 kali. Kalau ditambah sama kamu, jadinya udah 19 kali.”

“Wah.. Banyak juga ya.” Dia menoleh ke arahku kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Hahaha!”

“Terus di antara itu semua, paling lama kamu pacaran sama yang mana dan berapa lama?”

“Sama yang nomer 10.” Jawabku singkat.

“Nomer 10? kamu ini memang ingat atau pacar kamu memang kamu nomerin kaya hewan kurban?”

“Ingat. Soalnya aku pernah kasih dia kado jersey Manchester United nomor punggung 10, Lionel Messi.”

“Manchester United? Lionel Messi? Bukannya Messi pemain Barcelona?” Tanyanya keheranan.

“Pertanyaanmu kurang lebih sama seperti dia dulu.” Aku tersenyum. “Kamu mau tau aku jawab apa?”

“Apa?”

“Dengan cinta, semua bisa menjadi nyata.”

“Pret!!”

“Hahaha!”

Dia mencubit gemas lenganku. Awalnya pelan tapi lama kelamaan cubitannya makin keras dan mengecil sehingga menimbulkan perih. Dalam hati aku ingin berteriak, SAKIT ANYING!!   

“Terus kenapa kamu putus sama dia? Katanya cinta?” Ia kembali bertanya.

“Awalnya aku sama dia itu berbeda keyakinan. Semua harusnya berjalan dengan baik, sampai akhirnya suatu hari dia berkata kepadaku kalau dia sudah berpindah keyakinan, menganut keyakinan yang sama denganku. Saat itu juga aku putusin dia.”

“Lah, kok gitu sih? Bukannya kamu harusnya senang?”

“Enggak. Aku enggak suka dia pindah agama demi aku. Intinya, jangan pernah percaya sama seseorang yang pindah keyakinan meskipun katanya demi cinta. Logikanya, Tuhan aja dia khianati, apalagi aku yang hanya manusia.”

“Sadis. Hahaha.” Dia menggeleng-gelengkan kepalanya. “Terus dia bilang apa pas kamu putusin?”

“Dia bilang, ‘Lah? Kok gitu sih?’ ”

Bulan Februari memang benar-benar bulan yang selalu penuh dengan cinta. Setidaknya buatku. Sejak aku akil baligh sampai sekarang, aku tidak pernah merasakan patah hati di bulan ini. Aku selalu mempunyai kekasih di bulan ini, baik itu kekasih lama yang telah aku pacari berbulan-bulan lamanya atau kekasih baru yang baru aku tembak di bulan Januari. Dan di bulan Februari kali ini, masih sama seperti dulu. Aku mempunyai seorang kekasih.

Risheila Febiola.

Itu nama kekasihku saat ini. Aku biasanya memanggilnya dengan nama Sheila. Tepat seminggu yang lalu aku mengungkapkan perasaanku, memintanya untuk menjadi kekasihku dan dia menerima permintaanku tersebut.

Sheila ini tipe perempuan yang Mandiri. Manja dan suka pakai tangan kiri alias kidal. Karena sifatnya yang manja, dia memanggilku dengan panggilan sayang ‘kangmas’ atau ‘mamas’, mungkin karena namaku agak terlalu Jawa, Saktiawan Sadewa Pamungkas. Tapi dari dulu aku lebih senang dipanggil dengan nama Pedro. Alasannya karena dari kecil aku ngefans sama karakter Pedro di serial Amigos. Sayang teman-temanku enggak ada yang memanggilku Pedro, mereka lebih sering memanggilku Wawan. Dari Pedro ke Wawan.

Oke! Enggak beda jauh kok.

“Sayang..”

“Iya, mamas? Kenapa?”

“CD-nya ganti dong. Masa dari tadi lagunya Dewa 19 terus. Ganti sama CD Sheila On 7 punyaku dong.”

“Nanti doong… Belum juga ada satu album ini diputar.” Tolaknya. “Lagian enakan lagu Dewa 19. Aku suka lagu Sheila On 7, tapi lagu Dewa 19 itu lebih puitis dan filosofis.”

“Eh, lagu Sheila On 7 juga puistis tapi dengan gaya yang apa adanya.” Aku tidak mau kalah. “Lagian aku suka sama kamu kan salah satunya gara-gara nama kamu ada kata ‘Sheila’-nya.”

“Kamu juga. Nama kamu ada kata ‘Dewa’-nya.” Ia juga tidak mau kalah.

“Semua kisah hubungan percintaan itu ada di lagu Sheila On 7. Mereka punya lagu tentang hubungan LDR, Bertahan Di Sana. Dewa 19 punya enggak?”

“Punya!”

“Apa?”

Kangen.” Jawabnya tegas. “Lagu tentang seseorang yang menerima surat dari kekasihnya yang sedang rindu dan setia menunggu ia pulang.”

Percayalah padaku akupun rindu kamu
Ku akan pulang
Melepas semua kerinduan
Yang terpendam...

Dia menyanyikan sebagian bait lagu Kangen-nya Dewa 19. Aku baru pertama kalinya mendengar dia bernyanyi. Suaranya bagus dan merdu. Kalo karaokean di Inul Vista, dia pasti udah dapat score 98. Setelah menyanyikan lagu tersebut, ia menoleh ke arahku dan memainkan alisnya naik-turun sambil tersenyum kepadaku. Sepertinya berkata kepadaku, 'Gimana? Suara gue bagus kan?'

“Suara kamu bagus.” Aku memujinya.

“Terima kasih mamaskuu” balasnya manja.

“Tapi Dewa 19 punya enggak lagu tentang cinta beda agama? Sheila On 7 ada. Judulnya Tentang Hidup.”

Bertahan sayang dengan doamu
Kucoba bertanya pada Tuhanku

Baru dua bait aku menyanyikan lagu Tentang Hidup-nya Sheila On 7, tiba-tiba dia menimpukku dengan koin 500-an.

“Kamu engak usah nyanyi. Jelek!”

Jleb! Kata-katanya begitu menohok, enggak nyangka dia bisa berkata seperti itu. Ya! Walaupun memang benar suaraku jelek, mungkin seandainya aku ikut audisi Indonesian idol, Anang Hermansyah pasti bakal kasih aku Golden Ticket Indonesia Mencari Bakat.

“Dewa 19 juga punya kok lagu tentang beda keyakinan. Judul lagunya Shine On--

“Sheila On 7 punya lagu tentang perselingkuhan. Sephia.” Aku langsung memotong kata-katanya sebelum dia menyanyikan lagu yang dia maksud tersebut.

“Dewa 19 juga ada.” Balasnya cepat. “Aku Cinta Kau dan Dia kan lagu tentang selingkuh.”

"Itu lagunya Ahmad Band."

"Sama aja! Dhani-Dhani juga."

“Dewa 19 punya lagu tentang mantan enggak?”

“Heem.. Ada kayanya. Tapi aku lupa.”

“Bilang aja enggak ada. Sheila On 7 dong, punya lagu tentang mantan. Judulnya Mantan Kekasih.”

“Hemm.. Pasti ada sih. Tapi aku lupa dan kamu menang deh. Hahaha”

Akhirnya dia mengalah. Lagu Dewa 19 yang sejak tadi diputar di CD Player-nya dihentikan dan digantikan oleh CD Sheila On 7 yang baru saja dibeli tadi ketika kita mengunjungi toko CD di sebuah mall.

“Oh iya.. Ngomong-ngomong soal mantan. Aku mau tanya serius nih sama kamu, mas.” Ia kembali membuka percakapan.

“Tanya apa?”

“Hemm.. Hal ‘spesial’ apa yang pernah kamu lakukan sama mantan-mantan kamu?” Tanya sambil memainkan ujung jari telunjuknya ketika menyebut kata ‘spesial’. Seperti memberi sebuah tanda kutip di kata tersebut.

“Maksud kamu?”

“Kamu pasti udah tau maksud aku, mas? Tinggal jawab aja. Udah pernah apa belum?”

“……”

“Oke! Udah pernah ya.” Katanya tanpa aku sempat menjawab pertanyaannya. Dan dugaannya memang tepat

“Iya. Aku udah pernah. Tapi itu dulu, sekarang aku serius sama kamu dan yang pasti—“

“…..”

“Yang pasti aku sayang banget sama kamu. Sebelumnya aku selalu bohong sama mantan-mantan sebelum kamu, tapi kali ini aku enggak mau bohong. Itu karena aku sayang sama kamu.” Aku sedikit menarik nafas panjang. “Tapi aku enggak mau memaksa kamu, kalo menurut kamu tentang keperjakaan itu penting, kamu bisa mutusin aku sekarang juga kalau kamu mau.”

“Ini enggak fair....”

“Sheila.. Seandainya saat ini ada kata yang lebih tulus dan indah dari kata ‘maaf’, itu pasti udah aku ucapin ke kamu.”

“…..”

Aku lihat dia hanya terdiam. Beberapa kali kulihat dia mengigit bibirnya. Seperti ada yang ingin dia ucapkan namun ditahan. Tidak beberapa lama kemudian kurasakan laju mobil bergerak melambat sampai akhirnya berhenti di depan sebuah convenience store.

“Aku boleh tanya lagi, mas?” Tanyanya sambil melepaskan seat belt dari tubuhnya.

“Iya. Mau tanya apa lagi?”

“Kenapa kamu enggak balas tanya aku udah ngapain aja sama mantan-mantan aku? Bisa aja aku ini lebih buruk dari kamu, mas. Kenapa kamu enggak tanya aku?” Katanya dengan mata yang mulai sedikit berkaca-kaca.

“Karena aku enggak peduli sama masa lalu kamu. Sebab aku ingin menjalani masa depan kamu, bukan masa lalu kamu. Enggak peduli seburuk apa masa lalu kamu atau aku. Tapi jika Tuhan masih memberikan kita waktu untuk memperbaiki diri, masa depan yang indah, damai dan bergelimang harta akan tercipta untuk aku, kamu, kita.”

“....”

“Untuk mendapatkan masa depan yang sesuai dengan apa yang kita inginkan, kita harus bisa untuk mengikhlaskan masa lalu.” Kataku lagi. “Tuhan itu maha baik. Memberikan kamu sehingga aku bisa meninggalkan masa lalu, memperbaiki aku hari ini agar bisa bermimpi untuk masa depan. ”

“Mas….” Tiba-tiba tangannya merangkul lengaku lalu merebahkan kepalanya di bahuku. Aku dengar sedikit suara isakan tangis darinya.

“Sheila…” Dia mengangkat wajahnya. Kulihat ada bekas air mata di kedua pipinya. Dengan lembut kuseka air mata di pipinya.

“Mamas.. Maaf yaa.” Ucapnya pelan.

“Iya. Enggak apa-apa kok. Yaudah sekarang kita jalan lagi yuk!” Aku tersenyum kepadanya.

“Enggak. Maksud aku... Maaf kita harus putus.”

“Lah? Kok gitu sih?!”

*

Sudah lima menit lebih kami berdebat, beradu argumen bahkan saling mengeluarkan kata-kata kasar. Jelas aku tidak terima diputusin secara sepihak olehnya. Ini adalah sebuah penghinaan untukku. Aku berencana untuk membawa dan menggugat kasus ini ke Mahkamah Agung. Tapi aku sadar kalau ternyata aku enggak punya tim pengacara, aku membujuk Sheila untuk meminjamkanku uang 480 juta. Tapi dia menolaknya dan malah marah-marah lagi sampai akhirnya dia menyuruhku turun dari mobil.

“Turun kamu!! Aku kesel sama kamu!!” Perintahnya.

“Loh? Kok aku sih yang turun. Biasanya kan kalo ada pasangan yang berantem di mobil, ceweknya yang harusnya turun. Kenapa sekarang aku yang harus turun?!”

“YA KARENA INI KAN MOBIL AKU!!!”

Oh, iya. Aku lupa.

Akhirnya aku turun dari mobilnya. Tapi sebelum aku tutup pintu mobilnya, aku ingin mengucapkan sedikit kata-kata perpisahan kepadanya.

“Heh! Sekali lagi aku kasih tau sama kamu. Nama gitarisnya Sheila On 7 itu Eross bukan Erros. Huruf ‘s’-nya yang dua, bukan huruf ‘r’-nya yang dua! Camkan itu!”

“BODO AMAT!”

Anjir.

BRAAAKK!!!

Dengan perasaan kesal, aku membanting pintu mobilnya dengan keras. Aku menatap mobilnya dengan penuh kebencian selayaknya kebencian Harry Potter terhadap Vagetos. Eh, salah.. Maksudku Voldemort.

Pip! Pip! Pip!

Ada sebuah pesan WhatsApp masuk. Kulihat pesan tersebut dari Sheila dan langsung kubuka 
berharap dia berubah pikiran.

Sheila MyBeb:  NUTUP PINTUNYA PELAN-PELAN BEGO!!!
Sheila MyBeb: KALO RUSAK EMANG LO SANGGUP GANTI?!!
WaOne Pedro: Eh, maaaaf. Gak sengajaa..
WaOne Pedro: Beb.. CD Sheila On 7  aku masih ada di sana. Belum aku keluarin.
Sheila MyBeb: BODO AMAT. LAGIAN INI CD KAN BELINYA PAKE DUIT GUE! JADI PUNYA GUA DONG!!
WaOne Pedro: Lah? Kok gitu sih?!

***


Tambun, 7 Februari 2015



 
Tulisan cerpen ini pernah dipublikasikan di Website-nya @KomtungTV
http://komtungtv.com/detailarticle.php?vid=182&pid=9

Senin, 06 Juli 2015

ARIES: 8 MENIT 20 DETIK




“Eh, aku sudah baca buku cerpen-cerpen fiksi yang kamu tulis loh. Bagus banget. Sumpah!” Katanya sambil tersenyum kepadaku. Jari kanannya membentuk angka dua lalu ditempelkan di sebelah pipinya.

“Oh iya? Cerita yang bagus menurut kamu yang mana?” Tanyaku.

“Yaa… Semuanya bagus kok. Tapi kalau disuruh milih satu, aku paling suka cerita yang judulnya ‘VIRGO: Demi Seseorang’,” Jelasnya. “Cerita tentang seorang cowok yang rela mendonorkan ginjalnya demi perempuan yang dia suka meskipun perempuan tersebut sudah menjadi milik orang lain.”

“Terus?”

“Cowok itu menyesal karena dulu tidak sempat mengungkapkan perasaannya. Suatu waktu perempuan itu mengalami gagal ginjal, dan cowok tersebut tidak mau menyesal lagi karena merasa gagal menyelamatkannya. Jadinya dia mendonorkan ginjalnya untuk perempuan tersebut. Akhirnya perempuan tersebut selamat dan hidup bahagia bersama suaminya.”

“Wah.. Beneran baca ya ternyata.Hahaha,” Aku tertawa pelan. “Aku juga suka cerita yang itu.”

“Tapi ada yang bikin aku penasaran loh.”

“Penasaran? Apa tuh?” Tanyaku. Kini malah jadi aku yang penasaran.

“Dari 11 cerita yang ada di buku kamu, nama karakter perempuannya kenapa selalu berinisial ‘RF’ ya? Resti Faradilla, Reini Febrianty, Regina Frieska, Renata Fathiasabila, Rahayu Ferdianti—“

“Oh.. Itu—“ Aku memotong kalimatnya.

“Risya Fitriani.. Hemm.. Aduh aku lupa siapa lagi.” Dia menghiraukanku yang sedang ingin menjelaskan sesuatu.

“Soal nama—“
“Ngomong-ngomong inisial namaku aku kan juga ‘RF’. Rika Fairunisa” Dia kembali memotong kata-kataku yang belum selesai.  “Kamu terinspirasi ya sama aku? Hehehe”

Dia tersenyum menatapku dengan lirikan yang sedikit menggoda.

“Iya.Hehehe” Jawabku jujur. “Enggak apa-apa kan? Abisnya susah nyari nama perempuan, aku kan dulu anak STM, enggak punya teman cewe.”

“Enggak apa-apa kok. Aku malah senang kalau bisa jadi inspirasi gitu.” Dia tersenyum lagi. “Terus dari 11 cerita itu, kenapa judul ceritanya pakai nama-nama Zodiak kaya Capricon, Cancer, Leo, Virgo, Libra, semuanya deh kecuali 1 zodiak yaitu Aries. Dan kenapa cuma 11 sih?”

“Ooh.. Itu. Eh, tapi jangan bilang siapa-siapa ya.” Aku berbisik kepadanya. “Cerita ke 12 nanti bakal ada di buku antologi. Buku keroyokan aku sama penulis-penulis lain yang masih satu penerbit. Katanya sih strategi pemasaran gitu. Aku sih nurut-nurut aja.”

“Wah.. Keren!! Bagi bocorannya dooong.” Pintanya.

“Belum ditulis. Baru nanti malam mau ditulis draft ceritanya.”

Dia tersenyum kepadaku, dan aku pun membalas senyumannya. Suasana hening tercipta. Kita sama-sama terdiam. Aku lihat dia memainkan ujung rambutnya yang keriting dengan jemarinya. Seperti sedang berpikir.

“Eh, tapi masa karakter perempuan di cerita kamu jahat-jahat semua sih,” Tiba-tiba ia berkata, kembali membuka pembicaraan. ”Kasian karakter cowoknya, ada yang ditinggalin nikah, diselingkuhin, ditipu, digantungin, di-friendzone-in. Ngenes banget. Hehehe”
“Ya memang benang merahnya itu. Tentang kekecewaan.” Kataku.

“Iya.” Ucapnya singkat.

“Kalau soal penulisan dan pemilihan kata-kata gimana menurut kamu?” Tanyaku.

“Asyik kok. Enak dibaca. Banyak quotes yang bagus dan romantis. Enggak nyangka ternyata kamu orangnya puitis juga. Aku kira kamu orangnya pendiam.”

“Iya dong.”

“Eh, Enggak deh,” Ia meralat ucapannya. “Belum tentu kamu puitis. Itu kan tulisan, bisa dipikir-pikir dulu. Kalau kamu bisa beneran jago, coba ucapin langsung ke aku dong.”

“Maksudnya?”

“Iya. Kamu rayu terus puji-puji aku pakai kata-kata puitis kamu. Yaa.. Itu juga kalau kamu bisa loh.”

“Dih.. Enak di kamu dong. Enggak mau ah.” Aku menggelengkan kepala.

“Takut?” Dia tersenyum kepadaku. Senyumannya terlihat usil.

“Enggak!” balasku. “Aku kasih tau ya, cowok Virgo sih orangnya romantis ya! Gini aja deh biar fair, setelah aku rayu kamu, kamu balas rayu aku. Kita main rayu-rayuan. Siapa yang ge-er, nyengir apalagi ketawa duluan. Dia kalah!”

“Ooh.. Nantang nih. Oke. Tambahin sedikit, nanti yang kalah harus foto kayang di depan Bundaran HI terus upload di twitter. Gimana?!” Dia menatapku sambil menggoyang-goyangkan alisnya.

Deal! Enggak boleh ge-er, nyengir sama ketawa. Kalau senyum boleh ya?”

“iyaa..”

“ Oke aku mulai ya.”

Aku menarik nafas panjang. Mencoba berpikir, rayuan apa yang harus aku katakan kepadanya.

Ah, sial! Kenapa jadi grogi begini sih.

“Kamu tau enggak, Ka.“

“Eh, kok kamu nunduk sih ngomongnya?” Tanyanya. “Tatap mata aku dong. Kamu enggak berani ya?”

“Eh, siapa yang enggak berani? Kamu enggak bilang tadi ngerayunya harusnya pakai tatap mata.”

“Yaa.. Yang namanya ngerayu harus kontak mata lah. Ketahuan banget nih enggak pernah ngerayu cewek.Hahaha”

“Berisik, ih!” kataku pura-pura kesal. “Oke! Aku mulai nih.”

Aku menatap matanya. Satu detik, dua detik sampai lima detik aku menatap matanya, entah kenapa tiba-tiba detak jantungku berdebar-debar. Sebelum ini, aku belum pernah menatap mata dan wajahnya dari jarak sedekat ini. Dia sangat begitu cantik dan anggun dengan rambut hitam panjangnya yang digerai bebas. Ah, Sial!

“Kok diem?” Katanya tiba-tiba sehingga membuyarkan bayanganku tentangnya.

“Eh, enggak. Ini baru mau ngomong… Kamu jangan ganggu konsentrasi aku dong.”

“Ooh.. Gitu. Kirain grogi. Hehehe”

Sial. Ternyata dia tahu perasaanku saat ini.

“Ka, kamu tahu enggak?” Kataku mulai merayunya

“Apa?”

“Ayu Tingting, Tingting Ayu. I'm nothing without you.

Anjir! Cemen banget rayuannya. Ini kalau Kahlil Gibran masih hidup terus denger, mungkin dia bakal berhenti jadi penyair dan lebih milih jadi sales Yakult. Aku sedikit melirik bibirnya, tidak ada gerakan sedikit pun dari bibirnya yang terlihat seksi tersebut. Rayuan pertama: Gagal.

“Sakti…”
“Iya, ka?” Jawabku singkat sambil tersenyum.

Aduh! Dia mau bilang apa ya? Jantungku berdebar-debar.

“Sebenarnya ada banyak kata-kata di dalam kepala,” Katanya mulai merayuku. “Tetapi ternyata tidak semudah itu ya bicara, dan saat melihat kamu tersenyum entah kenapa aku jadi  lupa cara berkedip.”

NGUUUUEEEENGG!!!  WWUUUUUUUUZZZZ!!!

Sepertinya syaraf-syaraf di sekitar bibirku mulai meronta-ronta menggeliat ingin bergerak bebas.
Tahan, ti! Tahan, ti!! Aku berusaha untuk tidak cengengesan apalagi tertawa.

“Ka, kamu tahu enggak?”

“Apa?” Tanyanya.

“Jaman dulu pelangi itu bentuknya bulat. Tapi setelah kamu lahir, sekarang pelanginya tinggal separuh. Karena separuhnya pindah ke mata kamu.”

“Iya. Separuh pelangi ada di mata aku. Tapi sejak aku ketemu kamu. Di mata urutan warna pelanginya jadi bukan mejikuhibiniu, tapi jadi mejikucintakamu.” Katanya membalas gombalanku dengan tenang.

HA-HO-HA-HOOOO!!! 
Ini anak jago banget counter attack-nya. Pertahananku hamper jebol.  Ayo Sakti berpikir. Serangan balasan harus segera dilancarkan.

Aku melepaskan tatapanku kepadanya dan kepalaku menengok ke sana-ke sini seperti sedang mencari sesuatu.
“Kok, enggak mau natap aku?” Dia tampak kebingungan.

“Sebentar. Aku lagi nyari sesuatu nih.”

“Nyari apa?” Tanyanya.

“Nyari tangga.”

“Buat apa?”

“Buat menggapai hati kamu~”

Akhirnya dia tersenyum dan Aku pun juga tersenyum karena merasa puas. Tapi tidak lama kemudian dia mengikuti gerakanku tadi, menengok ke sana-ke sini seperti sedang gelisah mencari sesuatu. Tiba-tiba dia berbicara dengan seseorang pria berbadan tegap yang ada di dekatku.

“Pak, lihat tukang AC enggak?”

“Hah? Neng ngomong sama saya? Enggak, Neng. Kenapa emang nyari tukang AC?” Kata pria berbadan tegap tersebut.

“Ini loh pak.. Mau nyuruh matiin AC. Buat apa nyalain AC kalau lihat senyumnya dia udah bisa bikin sejuk?” Katanya sambil menunjuk ke arahku.

Ppffffffftttttt.. Sial. Sepertinya hidungku mulai kembang kempis. Ini anak jago banget sih bikin ge-er.

“Ka, Kamu mau aku ramal enggak?” Kataku.

“Enggak ah. Zodiak aku Aries, orang Aries itu enggak percaya sama ramalan.”

“Yee.. Dengerin dulu. Nanti tahun 2018, kamu daftar jadi Miss Indonesia, tapi kamu bakal didiskualifikasi.” Kataku mencoba untuk kembali merayunya.

“Loh kok gitu? Kenapa?” Tanyanya.

“Kamu didiskualifikasi karena kecantikan kamu itu udah bukan tingkat nasional lagi tapi udah  tingkat dunia.”

Hayolooo!!! Rasaaaain!!!
Ah, siaaaaaaaaal. Dia masih tetap kalem.

“Terima kasih udah bilang aku cantik.” Katanya. “Tapi aku mau jujur nih.”

“Jujur soal apa?” Aku menahan nafas sejenak.

“Menurut aku, Kamu itu enggak ganteng…”

“……”

“Kamu itu… Masa depan.”

DUG! DUG! DUG! TEKTEKTEK DUGG!!

Allahuakbar.. Allahuakbar…   

“Bbbffffttt.. Uhukkk!!” Aku tersendak. "HAHAHHAAHAHA!!!”

Aku tidak bisa lagi menahan tawa.

“Yes! Kamu kalah!! Yeeeeeey!” Dia berteriak kegirangan seperti anak kecil. “Jangan lupa foto di depan kolam bundaran HI sambil kayang terus fotonya jangan lupa mention ke aku ya. Mau lihat.Hehehe”

“Iya. Nanti aku fotonya pakai sweater dari kamu.”

“Wah… Sweater-nya dipakai, jadi malu nih. Hehehe” Katanya. “Oh iya, makasih ya kemarin udah bantu-bantu acara charity-nya. Semoga bermanfaat ya.”

“Amin. Kamu tahu enggak kenapa aku kemarin itu ikut lelang sweater dari kamu?”

“Kenapa?”

“Itu karena sebenarnya aku—“

Tiba-tiba seseorang laki-laki berbadan tegap yang tadi ada di dekatku menepuk pundak dan menegurku.

“Maaf, mas. Waktunya sudah habis.” Kata pria tersebut.

“Loh, cepat banget mas? Saya beli 50 CD loh?”

“Iya. 50 CD itu 500 detik kan? 8 menit 20 detik. Ini malah udah lebih 5 detik nih.” Ucap pria tersebut sambil memperlihatkan stop watch di tangannya.

“Yaah.. sudah habis ya waktunya.” Rika memotong pembicaraan aku dengan pria berbadan tegap itu. “Terima kasih ya sudah ngobrol-ngobrol sama aku. Sampai ketemu lagi.”

Dia tersenyum. Sambil melambaikan tangan pelan ke arahku.  

“Iya nih. Sampai ketemu lagi ya, ka.” Aku membalas lambaian tangannya.

Aku pun membalikan badan berjalan ke luar ruangan tempat event Handshake Festival JKT49 tersebut. Kulihat antrian orang-orang yang ingin bersalaman dan ngobrol dengannya sangat panjang, mata mereka menatapku dengan tatapan yang kurang mengenakan. Mungkin karena tadi aku menghabiskan waktu yang lama ketika ngobrol dengannya. Wajarlah, kemarin aku membeli 50 CD mereka dan mendapatkan waktu sebanyak 500 detik untuk ngobrol dan bersalaman dengannya.

“Gimana tadi ngobrolnya, ti? Ngobrol apa aja?” Ucap Rudi, salah satu temanku, setelah aku ke luar dari ruangan tersebut.

“Ya gitu deh.” Balasku sesingkatnya.

“Banyak duit ya lo sekarang, ti. Kemaren pas charity ngelelang sweater-nya 15 juta. Terus nambah beli CD 50 biji. Honor lo nulis udah turun ya?” Tanyanya

“Belum kok. Masih bulan depan turunnya, Rud.” Jawabku

“Lah, duit lo banyak dari mana? Pesugihan ya lo?” Candanya,

“Enak aja, musrik tuh. Udah ah ayo balik, mau nulis cerita ke-12 nih buat buku gue. Gue udah dapat judul yang oke, nanti ceritanya gue kasih judul ‘ARIES: 8 Menit 20 Detik.’ Gimana oke kan, Rud?”

“Iya oke. Tapi lo belom jawab pertanyaan gue, duit dari mana tuh?” Kata Rudi kembali mengulangi pertanyaannya.

“Ooh itu..”

Pip! Pip! Pip!

Handphone milikku tiba-tiba berdering, kulihat layar handphone ada panggilan masuk dari seseorang dan langsung kuangkat telepon tersebut. Aku berjalan perlahan menjauhi Rudi.

“Halo pak bos… Kabar? Alhamdulillah saya sehat. Gimana kabar mas Putra? Sehat? Alhamdulillah. Apa saya bilang, ginjal saya bagus kan pak bos?! Cocok buat mas Putra. Enggak sia-sia pak bos beli. Itu ginjal saya masih ori loh, tangan pertama, enggak ada lecet dan udah anti gores. Hahaha.”

***


24 Januari 2015




Tulisan cerpen ini pernah dipublikasikan di Website-nya @KomtungTV

http://komtungtv.com/detailarticle.php?vid=176&pid=9