Minggu, 18 September 2016

RUPA-RUPA JAKARTA: ORANG BILANG DIA ITU KESURUPAN, DEMI BETAWI APA PUN DILAKUKAN.




Menerjang badai dan bara, maju bahu membahu.
Ayo Persija, bangkitlah. Jadilah nomer satu.


Kata-kata di atas merupakan lirik salah satu chant/lagu dari The Jakmania, suporter Persija Jakarta, yang dulu sering gue dengerin kalo lagi nonton Persija main di GBK Senayan. Dulu. Waktu gue masih muda. Dan baris pertama dari lirik tersebut mungkin cocok buat ngegambarin bagaimana suasana Special Show Stand Up Comedy-nya David Nurbianto tempo hari di Amphi Theater Zona A yang bertajuk Rupa-Rupa Jakarta. Bagaimana tidak? Special Show Stand Up Comedy David Nurbianto yang merupakan gelaran puncak dari rangkaian acara Festival Budaya Betawi Rupa-Rupa Jakarta ini harus diuji dengan turunnya hujan deras di tengah show yang dilaksanakan di area terbuka tersebut. Tapi dengan semangat dan cintanya terhadap kesenian budaya betawi serta Stand Up Comedy, David bersama dengan panitia, pengisi acara lain serta relawan saling bahu membahu, pantang mundur meski show-nya diterjang  badai dan berpotensi kesetrum alias tersengat listrik (anggap aja ini yg jadi “bara” yang ada di lirik lagunya The Jakmania) di atas panggung. Special Show Stand Up Comedy David Nurbianto: Rupa-Rupa Jakarta tetap dilaksanakan hingga selesai dan David menunjukan kalau dia merupakan salah satu komika terbaik di negeri ini. 

Gue bingung harus mulai cerita dari mana soal
Special Show Stand Up Comedy-nya David Nurbianto.
Mau cerita dari jaman SUCI 4 yang awal bikin David jadi kesohor? Kejauhan.
Mau cerita dari awal gue berangkat ke Setu Babakan? Enggak penting.
Oh, iya.. Gue pergi nonton Rupa-Rupa Jakarta bareng sama Adjis Doaibu dan Hernawan Yoga Juara 3 SUCA 2 Indosiar yang sekarang lebih sering main Instagram daripada twitter gara-gara SUCA 2 jumlah followers Instagram-nya lebih banyak dari followers twitter.

Oke! Cerita dari pas sampai di Setu Babakan Zona A tempat diadakannya acara aja ya? Ketika sampai lokasi, terlihat banyak juga komika-komika yang datang dan tentu saja men-support show-nya David. Mulai dari komika-komika Depok yang posisinya dekat dengan lokasi show (ada Alphi, Yudha Keling, Heri Hore, Ari Rante), komika Jakut (ada bang Rachman dan Viki), komika Bekasi (Awwe, Indra, Adjis, Wawan & gue), Komika Jakbar (Rigen, Frimawan, Rere, Erwin), komika luar Jabodetabek (ada Beni Jogja, Lolox & Wanda Medan, Dani Malang, Ai Kecil Makassar, Yudha Khan Cirebon), sampai komika-komika senior seperti Kang Soleh Solihun & bung Rindra.  

Comic-comic SUCA 2 Indosiar yang lagi cek ombak di show-nya David.

Special Show Stand Up Comedy David Nurbianto: Rupa-Rupa Jakarta dimulai kurang lebih jam delapanan dengan atraksi pembuka palang pintu betawi. Lalu dilanjutkan dengan teater abnon dan Kojek Rap Betawi. Setelah itu, Anto Bangor muncul sebagai opener David Nurbianto.

Anto Bangor
| Credit Photo: @AndyIstiyono


Anto Bangor, yang juga merupakan komika lulusan SUCA 2 Indosiar, membuka show dengan ciamik. Anto yang membawakan materi seputar kehidupannya di lingkungan betawi dengan logat betawinya yang kentel banget berhasil bikin penonton tertawa terpingkal. Apalagi banyak penonton yang berasal dari Jakarta dan akrab dengan budaya betawi, sehingga materi yang Anto bawakan relate dengan mereka. Penampilan Anto Bangor dibuka dan ditutup dengan bit ngomongin Babanya (bapak). Dibuka dengan Babanya orang betawi yang dianggap serem, yang saking seremnya sampai diajakin syuting Dunia Lain buat jadi lokasi dan ditutup ngomongin Babanya yang mantan preman tapi suka ngehormatin, ngehargain dan menyanjung enyaknya (ibu) Anto. Pokoknya penampilan Anto Bangor sebagai opener berhasil bikin suasana penonton jadi makin rame kayak tembok TK.

Anto Bangor kelar. Selanjutnya masuk orang yang ditunggu-tunggu penonton. Yang punye show. David Nurbianto.

David masuk ke panggung dengan menggunakan pakaian hitam-hitam dan syal oren. Enggak tau siapa desainernya, yang pasti bukan Ivan Gunawan, Oscar Lawalata apa lagi Oscar de la Hoya. Tapi pilihan David untuk memakai busana hitam-hitam menurut gue merupakan pilihan yang pas, karena kalau David pake busana putih-putih takutnya dia malah dianggap lagi cosplay jadi Gubernur VOC.

David mengawali penampilan show special-nya dengan membicarakan kenapa dia mengadakan show di Setu Babakan yang notabene jauh dari pusat kota tempat biasanya komika-komika lain menggelar Show.

Kenapa gue bikin show di sini?
Karena Setu Babakan punya identitas sebagai kampung betawi.
Karena gue orang betawi.
Masa iya gue ngadain show di kampung Ambon. Ntar yang nonton BNN. Kelar show pada ditest urine.


Begitu lah yang dikatakan David di dalam bit-nya ketika membuka penampilan Special Show-nya. Setelah itu David membahas dan mengkritisi kenapa warga Jakarta
gampang banget masuk kalau sama budaya luar. Sehingga bikin warganya jadi kehilangan identitas. Kenapa orang suka sama brand luar negeri mulai dari pakaian, sepatu sampe jablay impor. Dilanjutkan dengan ngomongin kenapa orang-orang lebih seneng ke tempat prostitusi dari pada ke museum belajar sejarah. Ketika membicarakan materi ini, gerimis mulai turun di area venue. Gerimisnya masih kecil-kecil, tetapi bikin beberapa  penonton jadi terganggu dan kehilangan fokus. Ada yang celingak-celinguk ngeliatin langit sampai bergerak berdiri dari tempat duduk dan pindah ke atas untuk berteduh ke tempat yang mempunyai atap. Sampai akhirnya kejadian yang cukup ‘seru’ terjadi ketika David membicarakan materi soal kasus penggusuran Kalijodo.

Di sini ada yg setuju Kalijodo digusur?!

JEEEDDDDDDAAAAAAAAAAAAARRRR!!!!!

Tiba-tiba ada geledek bergemuruh dengan kencang dan seakan-akan dekat sekali dengan panggung serta penonton. Gue enggak tau apa yang ada di pikiran dan perasaan penonton, tapi gue yang saat itu duduk bersama teman-teman komika cuma bisa tertawa, karena geledeknya dateng pas lagi bahas Kalijodo. Kenapa enggak dateng pas waktu bahas materi yang lain? Hahaha

Tapi gue cukup yakin sih, di dalam hati penonton pasti ada perasaan panik dan takut pas ada geledek tadi. Takut tiba-tiba ada geledek lagi, terus nyamber ke area show. Jangankan penonton. Yang punya show juga gue yakin kaget tuh tiba-tiba ada geledek gede banget. Tapi David terlihat tetap tenang di atas panggung dan dengan santainya ngomentarin geledek yang tadi lewat, “perasaan gue pesennya buat closing.”

David sih boleh aja tenang, tapi ternyata enggak buat beberapa penonton. Penonton yang celingak-celinguk jadi makin banyak, apalagi ditambah setelah kejadian geledek, tiba-tiba gerimis turun menjadi lebih besar, mungkin bisa dibilang udah hujan. Penonton mulai banyak yang berdiri dari tempat duduk dan berhamburan mencari tempat berteduh. Beberapa penonton ada yang berteriak “lanjut, pid!”, ada juga yang berteriak “berhenti dulu, pid!”. David pun sempat berhenti sejenak seperti sedang bingung apakah dia harus melanjutkan penampilannya atau berhenti dulu. Untung penonton enggak ada yang teriak “wasit goblok!”, coba kalo ada yang teriak “wasit goblok!”, bisa makin binggung tuh David.

Manusia boleh berencana, tapi Tuhan yang menentukan.
Hujan yang turun di Setu Babakan menjadi semakin lebat dan David pun akhirnya harus rela untuk menghentikan show-nya untuk mempersilakan penonton berteduh sampai dengan hujan reda.

Gue enggak tau apa terjadi di backstage, gue enggak tau apa yang dibicarakan di sana, drama apa saja yang terjadi antara David, performer lainnya, panitia hingga relawan. Tapi yang gue tau, penonton
Special Show Stand Up Comedy David Nurbianto ini benar-benar hebat. Mereka loyal, mau menunggu, bahkan ada yang berteriak untuk menyemangati David. Mereka tetap stay di area show meskipun hujan sudah agak reda dari yang tadinya deras sekali.

Ada begitu banyak sejarah yang terjadi di perjalanan Stand Up Comedy di Indonesia.
Ernest Prakasa. Menciptakan sejarah sebagai Stand Up Comedian pertama yang melakukan tur di Indonesia.
Pandji Pragiwaksono. Menciptakan sejarah sebagai Stand Up Comedian pertama yang melakukan tur dunia.
David Nurbianto. Menciptakan sejarah sebagai Stand Up Comedian pertama yang melakukan stand up ketika hujan dan penontonnya masih setia menunggu, tetap menonton meskipun hujan.

Begitulah kira-kira yang diucapkan oleh David ketika masuk kembali ke panggung untuk melanjutkan stand up-nya meskipun dia membawakannya sambil memakai payung karena suasananya masih sedikit hujan. Sebagian penonton ada yang sudah turun kembali ke tempat duduk, sebagian lagi masih ada yang atas di tempat yang ada atapnya karena memang hujan belum begitu reda. Penonton yang sudah duduk ada yang menyaksikan kelanjutan stand up-nya David dengan memakai payung dan ada juga yang dibantu ‘dipayungi’ oleh relawan. 'Dipayungi' di sini maksudnya adalah relawan memayungi penonton dengan menggunakan spanduk-spanduk yang ada di sekitar venue. Sebuah pemandangan yang jujur saja membuat gue tersentuh, karena para relawan tersebut membiarkan tubuhnya kehujanan demi memayungi para penonton agar mereka bisa menikmati pertunjukan David kembali. Ripek buat kalian semua relawan-relawan Rupa-Rupa Jakarta.

David Nurbianto | Credit Photo: @abdibudakbageur


Di penampilannya setelah hujan ini, kurang lebih David perform sekitar 15 menit. Materi-materi yang dibahas antara lain tentang kebiasaan kita yang kadang berani bayar mahal nonton penyanyi luar negeri dari pada nonton kesenian tradisional, cerita dia yang kini full time sebagai standup comedian yang kalau libur sama nganggur itu susah dibedain dan terakhir tentang basa-basi di rumah sakit. Setelah itu David kembali break, kali ini break bukan karena hujan kembali turun tapi break untuk menampilkan sebuah pertunjukan lain sebagai gimmick.

Oh iya, sebetulnya gue enggak tau ini namanya gimmick apa bukan, tapi mungkin ini yang dinamakan suguhan lain selain stand up utamanya. Seperti di Special-nya Pandji yang ditengah-tengah show melakukan Riffing ke peonton dengan durasi yang cukup lama, seperti di Special-nya Sammy Notaslimboy atau Krisna harefa di mana ditengah-tengah show mereka bernyanyi/bermain gitar, atau seperti Special-nya Luqman Baehaqi yang bermain sulap di tengah Show. Nah, di Special-nya David ini, suguhan lain selain stand up-nya itu lenong. Dan lenongnya ini dilakukan oleh Afif dan Dicky Diffie (dan David juga nantinya).
 
Rispek buat Afif dan Dicky!!

Duo Komika asal Jakbar ini berhasil memanaskan kembali penonton yang ada di Amphi Theater gara-gara pertunjukan lenong yang mereka tampilkan. Tek-tokan mereka berdua benar-benar lucu. Pujian khusus gue kasih ke Dicky (karena Afif mah udah gak usah diraguin lagi dah kalo soal betawi-betawian). Dicky yang biasa kita lihat penampilannya kemayu keibu-ibuan, di lenong ini benar-benar menunjukan sesuatu yang bebeda dari seorang Dicky Diffie. Celetukan dan cerita soal betawi-betawiannya lucu-lucu.

“AH PUYER..”
“MALEM PERTAMA NGADUK DODOL.”
“PUNYA AC GAK PUNYA MAGIC JAR, GIMANA MAKAN NASINYA? MAKAN ARON.”
“MAGIC JAR YONGMA. DICOLOK JEPRET.”
“MUKA LO GAK SEGER, BELOM CAMPAK YE?!”
“KANG JUNED PUNYA TANAH 4 HEKTAR, TANAHNYE DITUKER. IYE! DITUKER KAMBING SAMA SKATE BOARD.”

Kira-kira itu lah beberapa celetukan yang dikeluarkan sama Dicky, yang sampe gue nulis blog ini, masih kebayang banget lucunya. Lenong yang dilakukan Afif dan Dicky ini benar-benar total dimainkan oleh mereka. Afif bahkan sampai merobekkan celana karena terlalu bersemangat mempertunjukan skill silatnya, jatuh-jatuhan di panggung yang masih basah. Dicky pun juga begitu, menunjukan skill silatnya juga dan enggak segan-segan untuk jatuh buat kotor-kotoran di pangung yang basah. Konon setalah kelar ngelenong, neng Dicky ini langsung mandi di backstage. Eh, bener, begitu kelar acara dan nemuin Dicky, yang lain itu badannya bau air ujan, doi doang yang badannya wangi banget kek kamar penganten.
Ah, dasar anak perawan.. gak bisa kena kotor dikit. Hehehe.
Pokoknya buat Afif dan Dicky... Terima kasih yee. Ngangkat abis dah lo berdua!!


Afif & Dicky Diffie lagi ngelenong. | Credit Photo: @putriangkasa

Setelah sesi ngelenong, David kembali melanjutkan stand up-nya kembali sampai dengan selesai. Ada beberapa bahasan yang dibahas sama David di sini. Tentang masalah utang udah jadi tradisi, tentang budaya tradisonal yang jadi identitas sebuah kota, budaya tradisional harus dijaga keaslian jangan sembarangan di-upgrade, tahu bulat featuring ondel-ondel, soal macet Jakarta, masalah reklamasi teluk jakarta yang bikin kampung nelayan pindah ke rusun terus harus beradaptasi di sana, sampai soal pengalamannya satu acara sama JKT48 yang personilnya banyak bener. Kata dia, JKT48 kalo nyanyi butuh 52 mikrofon, saking banyaknya, 3 orang megang ulekan kita gak ngeh. Gue sebagai pengamat JKT48 merasa tersentak. Iya juga ya. Kok gue enggak kepikiran. Hahaha

Selesai menelesaikan penampilannya, David mengajak teman-temannya yang merupakan performer, panitia serta beberapa relawan untuk naik ke atas panggung. dan mereka semua melakukan sujud syukur karena acara Festival Budaya Betawi Rupa-Rupa Jakarta akhirnya telah selesai. Terima kasih David Nurbianto, Afif, Dicky, Anto Bangor, Kojek Rap Betawi, Teater Abnon sudah memberikan hiburan yang menyenangkan. Serta untuk semua panitia dan relawan Rupa-Rupa Jakarta, Terima kasih! 

Sujud syukur performer, panitia & relawan Rupa-Rupa Jakarta.
| Credit Photo: @kevihannaa
  
Special Show Stand Up Comedy David Nurbianto: Rupa-Rupa Jakarta mungkin bakal menjadi salah satu show Stand Up Comedy yang paling memorable buat gue sebagai penonton. Rupa-rupa Jakarta. Sebuah show Stand Up Comedy yang tidak hanya menunjukan cinta dari performer-nya untuk budaya dan kesenian di dalamnya, tapi juga menunjukan cinta dari penontonnya untuk semuanya. 

Special Show Stand Up Comedy David Nurbianto: Rupa-Rupa Jakarta mungkin bisa menunjukan kepada kita semua jika kita Ikhlas membuat sesuatu untuk kebaikan, InsyaAlloh akan ada banyak orang yang datang membantu dan berkorban.

Special Show Stand Up Comedy David Nurbianto: Rupa-Rupa Jakarta. Berkesan dan menyenangkan.


David Nurbianto | Credit Photo: @abdibudakbageur

Terakhir...

Tulisan ini dibuka dengan chant/lagu dari The Jakmania, maka izinkanlah tulisan ini gue tutup dengan chant/lagu dari The Jak mania juga yang berjudul “Kesurupan”.  Tapi versi #GantiLirik alias liriknya diedit. :D

Hari ini di Setu Babakan
Liat dia si Standup Comedian
Orang Bilang dia itu Kesurupan
Demi Betawi apa pun dilakukan

David Nurbianto.. Oooooo
David Nurbianto.. Oooooo

Bisa nyanyinya enggak? Kalo yang enggak tau melodi lagunya, bisa diliat dulu nih contohnye.


 

Gimana udah tau melodi lagunya kan? Nyok kite nyanyi bareng-bareng lagi...

 

David Nurbianto... Oooooo

David Nurbianto... Oooooo


David Nurbianto... Oooooo


David Nurbianto... Oooooo



 



Bekasi, 19 September 2016.

*Tulisan ini juga dirilis di komtungtv.com. Tulisan selanjutnya tentang review event Stand Up Comedy, InsyaAllah, akan meluncur ke Wang Sinawang, Jogjakarta.Viva La Komtung!

Jumat, 09 September 2016

SUCA 2 Lebih Dari Sekedar Kompetisi Stand Up Comedy. BOOM!




“Bang, makan di luar lah sama-sama kita.”

Itu adalah salah satu perkataan Ilham Abbay salah satu peserta Stand Up Comedy Academy 2 (SUCA 2) ke gue di asrama pada hari ke-2 karantina SUCA 2.

Bersama dengan temannya yang juga menjadi peserta SUCA 2, Wanda, kita betemu di Masjid dekat Indosiar di waktu Shubuh. Setelah solat Shubuh, gue beli makanan untuk sarapan di sebuah warteg dekat asrama. Eh, enggak lama kemudian mereka juga ikutan beli sarapan. Setelah itu, kita balik ke asrama dan gue ke dalam berniat buat makan di dalam karena belum kenal dengan mereka berdua walaupun dulu pernah ketemu waktu taping Stand Up MetroTV, tapi si Ilham ini tiba-tiba masuk ke dalam dan ngomong ke gue seperti yang gue tulis di awal paragraf.

Akhirnya kita makan bareng di halaman asrama sambil ngobrol-ngobrol mengenai perkembangan Stand Up Comedy di Medan dan Jabotabek. Ya! Itu adalah awal dan sedikit cerita dari sekian banyak cerita serta pengalaman yang gue dapatkan di Stand Up Comedy Academy 2.

Yap! Stand Up Comedy Academy 2.

Jadi, tahun ini Indosiar kembali mengadakan kompetisi Stand Up Comedy Academy yang kini menginjak season ke-2 dengan jumlah peserta atau finalis sebanyak 42 orang. Banyak banget ya, kita udah kaya member JKT48.

Gue merupakan salah satu dari 42 orang finalis tersebut. Finalis SUCA 2 tahun ini banyak berasal dari komunitas-komunitas Stand Up Comedy Indonesia yang tersebar di banyak daerah dari mulai daerah Jabodetabek, Medan, Bandung, Jogjakarta, Malang, Surabaya, Makassar, Palu, Pare-Pare, Buton sampai Wakatobi.

Semua finalis tersebut, ada yang sudah gue kenal secara personal, gak begitu kenal secara personal tapi suka negur kalo ketemu, kenal nama doang dari twitter sampai ada yang belum kenal sama sekali. Semuanya berkumpul di sebuah asrama sejak tanggal 15 Juli 2016. Bisa dibayangkan betapa serunya kan 42 orang yang katanya lucu-lucu berkumpul bahkan tinggal bersama di sebuah tempat? Pagi, siang, sore sampai malam tidak pernah lepas dari tawa. Saling bercanda dan meledek merupakan hal yang biasa ditemui saat itu. Seru banget kan? Iya.. Seru banget.. setidaknya untuk seminggu pertama atau tepatnya sampai babak Welcoming Show SUCA 2 yang merupakan episode perkenalan Finalis, Mentor, Host dan Juri.

Setelah itu? Tegang, bos! Tegangnya itu udah kaya lagi naik motor masuk jalur busway, eh pas mau di ujung liat ada polisi.

Tapi pas dideketin enggak taunya polisinya itu polisi tidur... *DAR*

Tidurnya ngiler... *DAR*

Ngilernya, Ngiler pemain Liverpool. James Ngiler... *DAR* *CLOSING* *JURI STANDING APPLAUSE*


Oke! Balik lagi ke cerita tentang SUCA-SUCAAN...

Setelah babak “Welcoming Show SUCA 2”, di mana kita telah mendapatkan grup masing-masing untuk berkompetisi (SUCA 2 dibagi menjadi 7 grup masing-masing diisi oleh 6 peserta), SUCA langsung melaksanakan babak eliminasi grup sehari setelahnya, dimana hari itu sudah mulai harus ada peserta yang harus dieliminasi dari tiap grup. Gue sendiri bergabung di Grup 2 bersama Sakti Wawan (Malang), Tommy Babap (Tangerang), Ilham Abbay (Medan), Ari Rante (Depok) dan Amal Button (Buton). Perasaan gue setelah mendapatkan grup yang berisikan nama-nama di atas adalah ngeri-ngeri sedap. Hahaha

Babak eliminasi pun dimulai! 

Melihat peserta SUCA (yang notabene kini sudah menjadi teman kita) tereliminasi setiap hari buat gue itu merupakan suatu pemandangan yang cukup menyesakkan.  Setiap hari, satu per satu peserta tereliminasi dan itu artinya dia harus kembali pulang ke daerah asalnya meninggalkan asrama. Meninggalkan kita teman-temannya. Percaya, deh, selalu ada rasa haru yang gue rasakan setiap kali teman-teman yang sudah tereliminasi berpamitan dengan peserta lain yang masih bertahan di kompetisi.
 
“Fight, ya!”

“Semangat, bos!”

“Sampai ketemu di event Stand Up Comedy lainnya, ya.”

Kata-kata tersebut merupakan kata-kata yang sering gue ucapkan ke teman yang sudah tereliminasi atau ketika kita berpelukan sebelum dia masuk ke mobil jemputan Indosiar untuk mengantarkannya ke bandara. Di sini gue bisa merasakan, kalau kita itu ternyata di sini tidak hanya menjadi sekedar teman tapi kita sudah seperti menjadi sebuah keluarga.

Dan gue pun akhirnya merasakan juga diucapkan kata-kata tersebut. Ya! Gue tereliminasi di babak 28 besar. Enggak perlu bercerita atau beralasan kenapa gue bisa tereliminasi (karena enggak penting juga.Hahaha), yang pasti gue terima dan rela tereliminasi saat itu.

Ada satu momen yang gue inget pada saat tereliminasi. Yaitu, ketika gue selesai mengucapkan kata-kata terakhir pas gantung mic, Wawan (teman seperjuangan gue dari Standupindo Bekasi), menangis sesenggukkan padahal gue sendiri santai-santai aja. Hehehe.

Wawan lagi nangis. Mas Egik lagi bengong. Istiqomah.. Minggir lu! Ngalangin!!

Di perjalanan pulang menuju asrama setelah show yang mengakibatka gue tereliminasi, Wawan meminta name tag peserta gue (Waktu Indra Turner tereliminasi di babak 42 besar, dia minta name tag-nya juga. –Indra komika standupindo bekasi), alasannya buat nemenin dia biar semangat terus. Saat Wawan meminta name tag peserta itu, gue pun mengiyakan tapi dengan satu syarat. Gue bilang, “Name tag ini gue kasih tapi lo harus janji, tolong balikin nanti ke gue pas bulan September ya, wan.”

Kenapa harus dibalikin di bulan September? Karena ketika bulan September, tepatnya tanggal 2, itu adalah tanggal Grand Final SUCA 2. Dan itu artinya, gue meminta dia supaya bisa masuk ke babak Grand Final. Wawan dengan usahanya yang keras akhirnya berhasil masuk ke babak Grand Final dan menepati janjinya ke gue.

Terima kasih, wan. Hehehe (Walaupun sebenarnya ternyata ada perubahan tanggal Grand Final SUCA 2, yang tadinya tanggal 2 September menjadi tanggal 7 September).

Terima kasih sudah menepati janji, wan. Name Tag gue bener-bener dibalikin pas bulan September.

Ya! Tanggal 7 September yang lalu merupakan babak Grand Final SUCA 2. Grand Finalisnya selain Wawan, ada Arafah sama Aci Resti. Menurut gue, mereka bertiga sangat layak untuk tampil di Grand Final SUCA 2.
 
Grand finalis. Arafah - Wawan - Aci


Wawan menunjukkan kalau pengalaman dan jam terbang memang enggak bisa berbohong, selalu tampil dengan tenang dan enggak pernah goyah meskipun di SUCA 2 ini dia enggak terkenal-terkenal banget. Arafah yang dari awal sudah menjadi seseorang yang dicintai penonton baik di studio maupun di rumah, berhasil menjaga dukungan tersebut dan menunjukkan kalau dia memang layak untuk dicintai. Sedangkan Aci yang di awal-awal tidak diunggulkan, berhasil tampil dengan sangat baik di pertengahan kompetisi sampai dengan menuju Grand Final. Perlu kalian ketahui, Aci ini komika yang berhasil mengumpulkan standing ovation dari Juri terbanyak selama kompetisi SUCA 2. Pergi membunuh alias Go-kill, Ci!

Tadi malam, 9 September 2016, Grand Final sudah tayang di TV, kita semua sama-sama sudah menyaksikan akhirnya SUCA 2 sudah berhasil menemukan juara-juaranya. Grand Final yang sudah diselenggarakan pada tanggal 7 September tersebut akhirnya menetapkan Wawan sebagai Juara 3, Arafah sebagai juara 2 dan Aci Resti menjadi juara 1.

Selamat , Wan!

Selamat, Arafah!

Dan tentu saja.. Selamat ya, Aci!! Penampilan lo di Grand Final emang keren banget. Enggak salah koh Ernest nunjuk lo buat jadi opener-nya di final Tour Stand Up Special-nya tahun depan.
Aci Resti. Juara 1 SUCA 2 Indosiar.

Sedikit cerita tentang sang juara Aci Resti, pada saat babak 28 besar yang dimana gue tereliminasi, yang menemani gue di bottom 2 (posisi 2 terbawah) itu adalah Aci. Dia juga tambil kurang baik saat itu. Bahkan setelah babak 28 besar tersebut, Aci sempat ingin putus asa karena enggak tahu harus membawakan materi apa lagi. Gue masih ingat banget di malam ketika gue pengen pulang meninggalkan asrama, tiba-tiba Aci ngomong ke gue, “Bang Sigit.. Combud dong, bang.”

Karena gue tipe comic yang enggak jago ngombudin orang sendirian, akhirnya beberapa teman-teman peserta lain bantuin Aci, salah satunya Ridho Brado (Doi ini salah satu comic yang setia kawan banget, selalu bantuin teman-teman comic lain yang pusing ngerjain materi, seperti enggak peduli kalau kita itu sebenarnya adalah lawan di kompetisi ini. Rispek lah, Do!). Yang gue ingat waktu itu, kita mengusulkan materi Aci di babak selanjutnya itu ngebahas Arafah yang sering banget masuk infotainment. Hahaha. Setelah itu, Aci berubah menjadi seorang komika yang luar biasa. Enggak tahu gue dari mana dia bisa mendapatkan semangat dan kekuatannya lagi, tapi setiap gue lagi main ke asrama, gue ngeliat Aci lagi sibuk nulis. Keren, deh. Lo layak banget jadi juara, Ci!
Waktu Aci ulang tahun ke-19. Umur boleh masih muda, tapi kualitas tiada dua.

Stand Up Comedy Academy 2 Indosiar telah selesai.

Stand Up Comedy Academy 2, sebuah panggung yang sudah menghasilkan banyak cerita untuk gue atau mungkin peserta lainnya. Ada cerita senang, sedih, tawa, lelah, bahagia, sakit dan berbagai macam cerita lainnya. Bahkan, cerita ngelihat setan sebelum manggung itu juga ada, loh. Cerita-cerita yang sudah kita dapatkan ini jika gue tuliskan mungkin bisa tidak akan menemukan ujungnya. Saking banyaknya. Tapi menurut gue sesuatu yang cukup penting selama berkompetisi di SUCA 2 ini adalah nilai persahabatan dan kekeluargaan yang terbangun di antara para peserta SUCA 2. Buat gue , hal itu sangat berharga dan gue beruntung bisa merasakannya.

Ada banyak momen yang berkesan selama gue ikut SUCA 2 atau menyaksikan proses kompetisi SUCA 2 mulai dari babak Welcoming Show sampai dengan Grand Final. Dan jika gue harus memilih satu momen yang paling berkesan, gue bakal memilih momen ketika mas Egik, peserta asal Sidoarjo, diberi kejutan didatangkan Istri dan Anaknya ke atas panggung. Mas Egik yang dikenal aneh ketika sedang perform, ramah ketika di asrama dan mempunyai kebiasaan di asrama kalau bikin kopi itu selalu lebih dari satu dengan maksud satu kopi buat dia, sisanya untuk teman peserta lain, dia begitu terharu lalu menangis ketika dikasih gimmick kejutan tersebut. Mas Egik saat itu buat gue terlihat sabagai seorang ayah yang hebat dan gue bakal jadikan sebagai salah satu panutan bagaimana menjadi seorang kepala keluarga yang baik. Tapi pengecualian buat gaya rambutnya, gaya rambutnya mas Egik enggak bakal gue jadikan panutan. Abis rambutnya dia lurus terus panjang gitu, udah kaya air terjun curug Cilember.

Momen ketika Mas Egik dikasih kejutan didatangi Istri dan Anaknya ke atas panggung.
Jujur, gue lupa kapan terakhir kali meneteskan air mata, sampai ketika gue lihat momen mas Egik tersebut, gue akhirnya juga ikut terharu sampai meneteskan air mata. Gue sedih. Gue sedih karena gue inget kalau sampai sekarang gue belom kawin-kawin. Jangankan kawin, pernah punya pacar aja gue belom pernah. Padahal cita-cita gue dari SMP itu pengen jadi seorang Bad Boy yang digila-gilai oleh wanita. Ah, sedih beud, dah!

Gimmick. Sesuatu yang menjadi ciri khas SUCA. Dianggap remeh, dianggap enggak penting oleh sebagian orang bahkan oleh pecinta Stand Up Comedy itu sendiri. Tapi nyatanya, sesuatu yang dianggap enggak penting itu justru bisa membuat kita (buat gue khususnya) bisa mendapatkan pelajaran atau hal positif dari sana. Dan buat gue sebagai seseorang yang pernah ikut terlibat bekerja di industri televisi, berpendapat kalau gimmick ini sebenarnya diperlukan supaya bisa membuat sebuah acara menjadi lebih baik dan lebih menarik lagi. Menurut gue, itu lah kenapa sampai saat ini Stand Up Comedy Academy 2 ini menjadi acara Talent Show terbaik di Indonesia nomer urut pertama. Uhuk!! Jangan lupa ya Indosiar calling-calling gue job lagi, mau itu nulis atau stand up bisa lah~


Stand Up Comedy Academy 2 Indosiar telah selesai.

Terima kasih untuk pihak Indosiar yang telah memberikan gue (dan juga teman-teman finalis yang lainnya) kesempatan untuk tampil di SUCA 2. Untuk kerabat Kerja Indosiar mulai dari Mbak Windy, Mas Athan, Mbak Ita, Mbak Putu, Mbak Silvi, Nisha, Berry, Adit, Heri Hore, Aida, Alni, Borok, Iis, Ezy dan lain-lainnya. Terima kasih!

Terima kasih untuk para Juri SUCA 2, bang Raditya Dika, koh Ernest, mas Pandji, cing Abdel, Ge Pamungkas, Babe Chabiita, Luna Maya, Hannah Al-Rasyid dan Melanie Ricardo.  Terima kasih untuk masukan saran serta kritiknya. Terima kasih untuk kelas mentoringnya juga. Khusus untuk bang Radit, kelas menulisnya benar-benar bermanfaat banget. Selama ini gue mengira kalau gue udah bisa menulis dengan benar, tapi ternyata setelah ikut kelasnya bang Radit gue baru sadar tulisan gue masih banyak salah-salahnya. Kalau misalnya suatu hari nanti bang Radit bikin kelas menulis lagi, InsyaAlloh kalau ada umur gue mau ikut.
Setelah kelas menulisnya Raditya Dika

Terima kasih untuk para mentor SUCA 2, Gilbhas, bang Arif, kang Mosidik, kang Isman dan Bang Daned. Khususnya buat bang Daned terima kasih buat bimbingannya selama SUCA 2. Tidak hanya selama di SUCA tentunya, jauh sebelum menjadi mentor di SUCA 2, bang Daned udah jadi mentor gue di karir Stand Up atau pun pekerjaan gue. Terima kasih untuk masukan-masukannya, udah bikin gue menjadi seseorang yang lebih jujur lagi.
Bersama Sang Mentor: Daned Gustama

Terakhir tentu saja buat teman-teman 41 finalis SUCA 2 yang lainnya. Mas Deddy Gigis, Amall Buton, Ario Sakti, Indra Turner, Ari Rante, Takdir, Ridho Brado, Raim Laode, Tommy Babap, Adit Nganga, Arafah, Aci Resti, Coki Pardede, Afif, Pak Baho, Ilham, Octa, Anto Bangor, Riztegh, Sugeng, Istiqomah, Rizky Biebier, Gian, Arif Brata, Boy Laode, Ichal Chicken, Wawan, Mas Egik, Coki Anwar, Arif Alfiansyah,  Pak Fachry, Levi, Iman Batax, Rully, Aidil, Adhit, Pak Samyuri, Wanda, Sakti Wawan, Anyun, Adnan. Terima kasih untuk pertemanannya.

The greatest gift of life is friendship, and I have received it. - Hubert H. Humphrey

“Fight, ya!”

“Semangat, bos!”

“Sampai ketemu di event Stand Up Comedy lainnya, ya.”



Terima kasih...

Saya Sigit.. Exit!

Penutupnya harus pake foto bareng Arafah, siapa tau keseret ikut terkenal.
BIAR NGANGKAT!! GILA KALI KALO SAMPE GAK NGANGKAT JUGA!! :))


Bekasi, 9 September 2016.

Senin, 14 September 2015

SESUNGGUHNYA DIA ADALAH DIRIKU




“Bu.. Sakti mau nikah dong, bu. Ibu bisa enggak dateng ke Jakarta buat ngelamar?”

“Kamu ini mau nikah sama siapa? Ngajak ibu lamaran kok udah kaya ngajak pergi ke Mall. Mendadak begini.”

“Iya, Bu. Pokoknya aku mau nikah.”

“Iya tau. Tapi begin, loh. Nikah itu bukan main-main loh. Cerita dulu yang jelas. Terus kamu udah siap semuanya apa belum? Kamu aja kerja belum ada setahun. Mau dikasih makan apa? Cinta?!”

“Iya. Yang penting kan itu dulu, duit sih tinggal jalanin. Bukannya kalau orang nikah itu pintu rezeki bakal terbuka lebih banyak.”

“Iya. Tapi begini, nak. Nikah itu bukan urusan cinta aja tapi yang utama adalah komitmen. Cinta itu urusannya tentag rasa, sementara komitmen urusannya logika. Logika untuk bakal selalu berusaha memahami, bahwa pernikahan itu adalah takdir dan janji kita kepada Allah waktu akad nikah.”

“Hemmm..”

“Kamu kenapa tiba-tiba mau nikah? Ibu aja belum pernah dengar kamu cerita punya pacar. Ini kok tiba-tiba mau nikah aja. Kamu enggak habis ngehamilin anak orang kan?!”

“Eh, bu! Semalem Dangdut Academy siapa yang tersenggol?”

*

Hal gila apa yang pernah kamu lakukan demi seseorang yang kamu suka atau kamu cintai? Hal gila didasari perbuatan yang bisa dibilang nekat dan tanpa berpikir panjang berkompromi dengan logika. Kita sebenarnya melakukannya semua hal gila itu dengan keadaan sadar, tapi kita juga tahu jka kita melakukannya dengan hati yang gusar. Karena keputusan yang bisa dibilang tergesa-gesa itu tidak seharusnya diambil untuk menyelesaikan perihal yang dianggap besar.

Benar kata Om Bagus, Den Coki dan Bang Eno yang tergabung dalam sebuah band bernama Netral, mereka bilang “Cinta memang gila, tak kenal permisi. Bila disengatnya, say no to kompromi.” Ketika kita sedang jatuh cinta, terkadang kehilangan sebagian dari kewarasan merupakan sebuah hal yang wajar. Jatuh cinta membuat kita menjadi gila, apalagi jika kita jatuh cinta pada orang yang salah. Misalnya, jatuh cinta kepada seseorang yang sudah ada pemiliknya atau jatuh cinta terhadap sahabat sendiri. Walaupun kita tahu bahwa pada dasarnya cinta tidak mengenal kata salah.

Aku melakukan keduanya. Aku jatuh cinta pada sahabatku sendiri yang  hatinya sudah dimiliki oleh orang lain. Aku sebenarnya sudah tahu apa yang nanti akhirnya akan terjadi bila yang kulakukanini benar-benar salah. Meninggalkannya. Ya! Karena cinta yang salah itu cepat atau lambat pasti akan ditinggalkan.

Namanya Revanny Ferdania. Perempuan yang seringkali mengambil sedikit kewarasanku.

Entah sudah berapa kali aku jatuh cita pada seseorang yang seharusnya hanya kuanggap sebagai seorang sahabat. Pada hakikatnya, sahabat merupakan tempat berbagi canda, tawa, sedih, suka, duka dan berbagai macam emosi lainnya tanpa diembel-embeli dengan rasa egois ingin memiliki sendiri. Aku tidak bisa mengontrolnya. Aku jatuh terlalu dalam ke sebuah kondisi perasaan yang kuanggap itu.. Hemm... “Cinta.”

Sayangnya, keberanianku untuk jatuh cinta terhadapnya ternyata tidak diikuti dengan keberanianku untuk mengungkapkan cinta. Pertama, dia sudah mempunyai seorang kekasih. Kedua, aku takut dia yang sudah sepenuhnya percaya kepadaku sebagai seorang sahabatnya, kecewa kepadaku lalu pergi. Jadi, perasaan sayangku yang sudah ada selama bertahun-tahun ini hanya bisa ditunjukan dengan menjadi seorang sahabat yang terbaik untuknya yaitu dengan cara mendengarkannya curhat, menyediakannya bahu ketika ia butuh bersandar, serta membuatnya tersenyum dan tertawa. Ketika sedang bersamaku, dia harus selalu merasa nyaman serta sadar jika selama ini ternyata dia mempunyai seseorang yang selalu ada untuknya. Ya! Selalu ada untuknya.

“Sakti! Dimana?” Tanyanya di suatu hari.

“Di rumah. Kenapa, Van?”

“Temenin aku nonton, yuk! Si Yudi lagi main futsal nih. Bete.” Yudi adalah nama kekasihnya.

“Ayo!” aku langsung mengiyakan ajakannya. Padahal ketika itu aku berbohong, aku tidak sedang di rumah tapi sedang di kantor lagi kerja sambil main Solitaire.

“Eh, jelek. Lagi ngapain? Ditelpon kok lama banget ngangatnya?” Katanya lagi di suatu hari yang lain.

“Nyuci motor.” Jawabku singkat.

“Temenin aku clubing dong. Si Yudi biasa nih, ilang lagi main sama temen-temennya. Sebel!”

“Clubing? Hemm.. Yuk!” aku kembali mengiyakan ajakannya dengan berbohong lagi, aku tidak sedang nyuci motor tapi habis menyelesaikan solat Isya. Abis solat, clubing terus lajut mabuk-mabukan sedikit. Yaa.. Enggak apa-apa deh. Impas.

“Ke mall yuk, ti?!” Tanyanya lagi di hari yang lain.

“Mau ngapain? Nonton apa makan aja?” Aku balik bertanya.

“Enggak. Nyari kado buat Yudi. Minggu depan dia ulang tahun. Badan kamu kan enggak beda jauh sama badan dia. Biar enggak salah ukuran. Hehehe”

“Oooh... “ Aku menarik nafas panjang. “Oke!”

Jika kamu tidak mempunyai hati yang sekuat Superman, jangan pernah sekali-kali membawa cinta ke dalam sebuah pertemanan. Dan menurutku juga, kita bukanlah manusia jika kita bisa merasakan bahagia ketika melihat seseorang yang kita cintai bahagia bersama orang lain. Yang ada hanyalah pura-pura bahagia. Itu menurutku, enggak tau deh kalau menurut mas Anang.

Mempunyai seorang sahabat perempuan, yang dia dianugerahi paras yang menawan bahkan bisa dibilang mengagumkan, sudah tentu akan banyak sekali mendatangkan godaan setan. Karena sering kali menghabiskan waktu berdua dan sudah terlalu dekat, dia tidak segan-segan berangkulan dan berpelukan denganku. Tapi hanya itu saja, tidak lebih. Dan sampai saat ini, tidak pernah ada niatan sekalipun dariku untuk mengambil kesempatan tersebut, walaupun ketika tubuhnya menempel entah kenapa sepertinya detak jantung dan aliran darahku berdetak serta berdesir dengan cepat. Aku harus ingat bahwa aku ini adalah sahabat terbaiknya, sahabat yang mempunyai keahlian pura-pura bahagia saat melihat dia sedang bersama kekasihnya.

Pura-pura bahagia. Itu salah satu keahlianku.  

Revanny adalah seorang perempuan yang mungkin ketika diciptakan oleh Tuhan dalam keadaan mood yang bagus. Kalian tahu Scarlett Johansson? Ya! Mukanya Revanny enggak mirip sama dia. Cantiknya Revanny itu menurutku biasa saja, tapi bikin kagum. Banyak wanita yang kuihat di televisi lebih cantik darinya tapi cantiknya Revanny itu masuk kategori enak dilihat dan enggak bikin kita minder, sehingga kita kalau berduaan dengannya ingin rasanya jarum jam bisa berjalan dengan lambat. Bentuk tubuhnya Ideal tapi agak berisi. Kalian harus lihat ketika Revanny sedang membetulkan rambutnya, ia suka menggulung rambutnya yang tergerai panjang itu sampai leher jenjangnya yang putih terlihat dan beberapa helai rambut ada di tengkuknya. Setelah itu, turunkan pandangan kalian ke bawah sedikit, tanggannya yang sibuk sedikit terentangkan ketika membetulkan rambut, membuat tubuhnya agak membusung. Ketika dia sedang melakukan gerakan itu, janganlah berkedip apalagi pura-pura nyari korek.

Sebagai seorang sahabat yang sangat dia percaya, aku hampir selalu menjadi tempat dia mencurahkan isi hatinya, baik itu ketika senang, sedih ataupun marah. Kalau dia mempunyai masalah dengan keluarga atau pacarnya, akulah orang yang bakal pertama kali tahu. Revanny berasal dari keluarga yang broken home. Kedua orang tuanya bercerai ketika dia berusia 6 tahun. Sebelum bercerai, yang kudengar dari ceritanya, keluaga Recanny ini termasuk keluarga yang religius. Sampai akhirnya mereka tiba-tiba bercerai karena ayah Revanny kepergok mengikuti sebuah gerakan aliran sesat yang salah satu ritualnya boleh mengizinkan anggotanya melakukan seks bebas antar keluarga sesama anggotanya.

Bagaimana degan pacarnya?

Kalau mendengar cerita-cerita Revanny tentang Yudi, pacarnya, aku hanya bisa menyimpulkan kalau dia itu tidaklah lebih baik dariku. Dia suka bersikap seenaknya ke Revanny seperti tidak menganggap kalau Revanny itu kekasihnya. Bahkan belakangan yang kutahu, ternyata dia juga seorang yang emosian, pemarah dan kasar. Hal ini aku tahu, karena aku sering melihat lengan Revanny yang kadang ada luka lebam.

“Kenapa tuh tangan?” Kataku suatu hari kulihat ada luka lebam di lengan Revanny pada saat dia memuka sweater-nya.

“Oh.. Ini...” Dia sejenak berhenti berbicara. “Dicubit sama Yudi, ti.”

“Dicubit?” Kataku sambil kutatap matanya seakan-akan aku tidak percaya dengan ucapannya, “Dicubit pakai apaan? Pakai obeng kembang?”

“He..he..he..”

“Malah nyengir.”

“Dia udah minta maaf kok, ti,” Katanya sambil memegang lenganku. Seperti sedang membujuku agar aku tidak kesal dengannya. “Dia janji enggak bakal kaya gitu lagi.”

“Harusnya orang yang membuat kesalahan dalam sebuah hubungan hanya boleh diberi maaf, enggak usah dikasih kesempatan lagi,” ucapku dengan nada yang sedikit metinggi. “Kenapa kamu enggak putusin dia sih. Cari yang lain, yang lebih bener.”

Kata-kata itu sudah aku ucapkan berulang-ulang kepadanya tiap kali dia bercerita tentang hubungan mereka yang sedang bertengkar. Karena menurutku, sudah saatnya kita mengatakan sebuah perpisahan, kalau ketika bersama yang dia lakukan hanya selalu mengulang kesalahan. Itu menurutku, enggak tahu deh kalu menurut Bang Ipul.

“Tapi aku masih sayang dia, ti. Aku masih bahagia dengannya.”

Aku terdiam. Kalau dia sudah berkata seperti itu, yang biasanya aku lakukan adalah tersenyum kepadanya lalu memegang kepala dan mengelus-elusnya sambil merapihkan beberapa helai rambutnya.

“Tapi kamu harus tetap bisa jaga diri ya, van. Aku emang selalu ada buat kamu. Tapi saat kamu lagi sama dia, aku enggak bisa ada di sana.” Ucapku pelan sambil jemariku merapihkan beberapa helai rambut yang menggantung di wajahnya lalu kumasukan ke dalam sela-sela telingannya. Dia mengangguk.

Sejak dia bersamaku, sebagai seorang sahabat tentunya, tidak pernah sekalipun aku melihatnya menangis. Sesedih-sedihnya dia curhat denganku, tidak pernah dia menceritakannya sambil mengeluarkan air mata. Bahkan kadang ketika sedang cerita sedih, dia menceritakannya sambil tertawa. Itulah yang sedikit membuatku lega, dia bukan tipe perempuan yang cengeng. Karena sebagai seseorang yang mencintainya, dengan diam-diam tentunya, aku sangat tidak ingin melihat dia menangis. Entah itu menangis karena orang lain, atau menangis karenaku.

Tapi kemarin malam, di tengah hujan gerimis yang membasahi ibukota, untuk pertama kalinya aku melihatnya menangis. Jam delapam malam, tanpa mengabariku terlebih dahulu, dia tiba-tiba datang ke kosanku sendirian. Ketika kubuka pintu kosan, kulihat matanya sedikit sembab, rambutnya sedikit basahmungkin karena terkena hujan dan wajahnya menunjukan raut ketakuan. Belum juga aku bertanya kepadanya, dia langsung mendekatkan wajahnya ke dadaku lalu menunduk. Tangannya menggenggam erat kemejaku.  Samar-samar mulai kudengar suara isakan tangis. Tapi tidak lama kemudian wajahnya perlahan-lahan mulai terangkat, menatapku lalu berkata dengan terbata-bata,

“Aku.. hamil, ti. Aku hamil...” 

Isak tangisnya kembali pecah, kali ini tangisannya terdengar lebih keras. Aku terdiam seakan tidak percaya atas apa yang telah aku dengar barusan tadi.


Setelah terdiam sejenak ketika mendengar kata-kata yang cukup mengejutkan dari Revanny, yang mengatakan bahwa dia kini sedang hamil, aku langsung menyilakannya untuk masuk ke dalam. Kami berdua duduk di pinggir tempat tidurku. Luas kosanku ini berukuran sedang, tidak kecil tapi tidak juga besar. Di dalamnya hanya ada tempat tidur, meja kerja, lemari dan beberapa alat elektronik. Tidak ada sofa apalagi kolam renang.

“Van, kamu kenapa? Coba cerita ke aku ya?” Tanyaku dengan lembut. Kuraih jemarinya lalu kugenggam erat. Kuyakinkan dia jika saat ini akulah satu-satunya orang yang bisa dia percaya.

Dengan sedikit terisak, Revanny mulai mengatur nafasnya dan mulai bercerita. Aku diam menatapnya, mencoba berusaha untuk mendengarkannya sepenuh hati meskipun saat ini mungkin hatiku sedang hancur berkeping-keping.

Revanny mengatakan ketika sedang merayakan ulang tahun kekasihnya di sebuah klub malam, dia dan yudi sama-sama mabuk berat. Selesai berpesta, Revanny menginap di apartemen salah satu teman Yudi. Saat itu, keadaannya masih dalam pengaruh minuman alkohol, setengah tidak sadar dengan apa yang sedang dia lakukan. Sampai akhirnya keesokan paginya, Revanny baru tersadar kalau dia sedang berada di atas tempat tidur, di balik selimut sedang bersama Yudi dalam keadaan tanpa busana. 

Aku mendengar ceritanya sambil tertegun menelan ludah. Pikiranku kacau. Aku ingin marah kepada Revanny atas kelakuan bodoh yang telah dia lakukan itu. Tapi aku tidak bisa marah kepadanya, karena aku sayang dia.

“Awalnya aku enggak mikirin  kejadian malam itu, karena kita melakukannya atas nama cinta, atas dasar suka sama suka. Dan dia sedang ulang tahun, jadi anggap saja itu kado terindah dariku,” Katanya.

BANGSAAAT!!

Dalam hati aku berteriak.

Atas dasar cinta? Atas dasar suka sama suka? Kado terindah?! Saking kesalnya, kalau di depanku ada ember proyek, aku pasti akan menendangnya keras-keras sampai jauh ke Burkina Faso.

Revanny kembali melanjutkan ceritanya. Walaupun kejadian itu hanya dianggap angin lalu, ternyata masalah baru muncul beberapa hari setelahnya, ketika dia tersadar kalau dia telat mengalami siklus menstruasi dari jadwal seharusnya. Ketika diperiksa, ternyata dia sedang hamil. Saat itu lah dia mulai merasa ketakutan dan langsung menghubungi Yudi menceritakan masalahnya. Setelah beberapa lama berbicara, Yudi akhirnya mengatakan kalau ia siap bertanggung jawab.

Revanny mendadak terdiam. Dia menunduk menghentikan ceritanya dan kembali terdengar suara isakan tangis darinya, kulihat air matanya kelar dan mengalir melewati pipinya.

“Van,” aku menempelkan tanganku di pipinya untuk menyeka airmata yang ada di sana, lalu kusentuh dagunya dan sedikit mengangkatnya agar dia bisa melihatku.

“Kamu ke sini. Terus menangis... Jangan bilang kalau sekarang pacar kamu itu menghilang. Pergi ninggalin kamu?!”

Tangisnya kembali meledak.

Dia membenamkan wajahnya di dadaku dan tangganya erat memelukku. Aku hanya bisa menghela nafas panjang dan mendekapnya. Tetapi kali ini dekapkanku tidak terlalu kuat. Pikiranku saat ini sedang kacau. Entah marah, sedih, kecewa atau kasihan terhadapnya.

“Sehari setelah dia bilang kalau dia mau bertanggung jawab, tiba-tiba dia menghilang enggak bisa dihubungi, ti.” Ucap Revanny sambil terisak.

“Kamu udah tanya teman-temannya?” Tanyaku.

“Udah, ti,” Jawabnya. “Teman-temannya juga enggak tahu dia sekarang lagi ada di mana.”

“Kamu lapor polisi aja.”

“Jangan, ti! Jangan lapor polisi ya,” pintanya. “ Aku malu. Karena kami melakukannya atas rasa sama-sama suka. Aku malu.”
Aku kembali menghela nafas, “Kalau begitu bilang ke orang tuanya aja. Ceritakan kejadian sebenarnya.”

“.......”

“Kok diam?”

“Aku takut, ti. Aku pun belum bilang hal ini ke ibu. Aku takut. Aku bingung apa yang harus aku lakukan sekarang. Saat ini yang ada di pikiranku cuma kamu, ” tatapnya memelas. “Cuma kamu yang bisa nolongin aku saat ini. Cuma kamu, ti.”

Kali ini aku yang terdiam. Ternyata memang benar kalau cinta itu bisa membuat pikiran kita menjadi sedikit tidak waras atau bahkan menjadi benar-benar tidak waras.

Entah kenapa tiba-tiba ada terbesit dalam pikiranku saat ini, aku ingin benar-benar memiliki Revanny. Aku bersedia menikahinya dan menjadi ayah bagi janin yang kini sedang dikandungnya.

Ah, aku gila! Menikah. Aku tidak pernah membayangkan untuk menikah karena aku tahu kerumitannya. Apalagi jika sudah menyangkut biaya yang harus dikeluarkan. Menikah itu mahal, apalagi kalau misalnya nyewa organ tunggal.

“Sakti....” katanya memaggil namaku yang membuatku tersadar dari lamunan.

“Iya, van?”

“Kamu masih mau nolongin aku aku?”

“Kok kamu ngomong gitu sih?” Tanyaku keheranan. “Aku pasti bakal nolongin kamu. Kapanpun kamu perlu, kapanpun kamu butuh. Aku bakal selalu ada buat kamu, Van. Kamu mau minta tolong apa?”

“Aku minta tolong kamu cariin Yudi. Tolong cari dia untuk aku, ti. Janin yang ada di dalam rahimku ini butuh ayah. Aku enggak mau dia lahir dalam keadaan tanpa ayah, ti. Aku mohon.” Ucapnya terisak-isak. Wajahnya menatapku dengan tatapan penuh harapan.

Aku mengangguk dan tersenyum kepadanya. Tapi sudah kupastikan senyumku yang baru saja aku tunjukan itu  adalah senyum terpalsu yang pernah aku berikan kepadanya.

Malam itu, akhirnya Revanny menginap di kosanku. Tapi kalian jangan membayangkan yang macam-macam ketika Revanny sedang tertidur atau apakah aku juga tidur dengannya di tempat tidur yang sama. Tidak. Aku tidak mau seperti itu. Meski malam itu Revanny kulihat tampak lebih menggemaskan puluhan kali lipat. Dia tidur dengan mengenakan celana basket dan kaosku yang ketika dia pakai tampak begitu kelonggaran.

“Kenapa kamu masih memilihnya? Padahal aku yang selalu ada untukmu,” bisikku kepadanya yang tengah terlelap.

*

Sudah dua minggu aku mencari Yudi, si bajingan yang tidak tahu bagaimana caranya bersyukur karena telah menjadi pacar Revanny, hampir semua teman-temannya sudah aku tanyai bahkan rumahnya sudah pernah aku awasi selama dua hari berturut-turut. Tapi memang tak ada tanda-randa kehadiran darinya di sana.
Sudah dua minggu batas kesabaranku untuk memendam perasaanku yang kacau ini kepada Revanny. Aku sudah berjanji kepada diriku sendiri, jika dalam waktu dua minggu Yudi belum juga ditemukan, maka aku akan bertemu dengan Revanny dan menyampaikan perasaanku ini kepadanya.

Aku berniat untuk menikahinya.

Entah bagaimana caranya nanti yang pasti tekadku sudah bulat. Aku sudah menghubungi Ibuku untuk yang kedua kalinya, setelah aku tidak bisa meyakinkannya waktu pertama kali menghubunginya tempo hari. Aku menjelaskan duduk perkaranya, bagaimana perasaanku terhadapnya dan bagaimana aku ingin selalu menjaganya kepada ibuku. Ibuku akhirnya luluh, lalu ia menyarankanku untuk mengutarakan sendiri dahulu ke Revanny, sehabis itu baru ibuku akan datang ke Jakarta untuk resmi melamarnya.

Dua minggu sudah berlalu. Itu artinya hari ini adalah hari yang sangat penting setidaknya untukku. Aku akan menyatakan semua perasaanku selama ini kepadanya. Dengan mengendari sebuah motor Astrea yang spionnya sudah kendor, aku pergi ke rumahnya. Sepanjang perjalanan, aku bisa merasakan sendiri ketegangan di wajahku. Mungkin hari ini adalah salah satu hari terpenting untuk hidupku. Aku terus berdoa dalam hati sambil bernyanyi. 

Mohon Tuhan untuk kali ini saja, lancarkanlah hariku.
Hariku bersamanya. 

Ketika sudah berada di dekat rumahnya, aku menghentikan sepeda motorku di depan sebuah warung rokok dekat tikungan menuju ke rumahnya karena kulihat di depan rumah Revanny ada sebuah mobil sedang terparkir. Tampaknya dia atau ibunya sedang kedatangan tamu. Mau tidak mau aku harus menunggu tamu yang sedang berada di rumahnya itu pergi.

Dua puluh menit aku menunggu, sampai akhirnya kulihat pintu pagar rumahnya terbuka. Dari dalam rumah keluar sosok laki-laki dan perempuan paruh baya berpenampilan rapih. Selang beberapa detik kemudian, seorang laki-laki keluar dari rumahnya. Tapi kali ini sosok laki-laki tersebut wajahnya tidak asing bagiku sebab selama dua minggu ini fotonya selalu kulihat di dalam handphone milikku karena aku sedang mencarinya.

Laki-laki yang baru saja keluar dari dalam rumah Revanny adalah Yudi.

*

“Kenapa Yudi ada di rumahmu?!” Tanyaku ketus ke Revanny.

Setelah Yudi bersama kedua orang tua paruh baya itu pergi, aku langsung menghubungi Revanny untuk memeri tahu jika aku sedang berada di dekat rumahnya dan ingin berkunjung ke rumahnya serta meminta penjelasannya tentang apa yang aku lihat tadi. Tapi dia malah mengajaku untuk untuk membicarakan hal ini di tempat lain, di sebuah Coffee Shop daerah mall dekat rumahnya.

“Maksud dia datang ke rumahku adalah untuk bertanggung jawab, ti.” Jawabnya.

“Apanya yang bertanggung jawab?! Dia kabur selama dua minggu. Dia pengecut, Van!”

“Enggak, ti,” bantahnya. “Dia hanya menenangkan diri untuk mengambil keputusan terbaik untuk kami. Dua hari yang lalu dia menghubungiku agar aku segera memberi tahu ibuku bahwa dia akan melamarku.”

“Dan tadi dia telah melamarmu?”

“Ya.” Jawabnya singkat sambil memperlihatkan jari manisnya yang kini dihiasi sebuah cincin.

Aku menghela nafas sejenak. Tuhan itu memang maha adil, memberikan kita bahagia meski dengan berbeda. Dia Memberiku bahagia saat sedang bersamamu dan memberimu bahagia saat sedang bersamanya.

“Lalu Ibumu tahu kalau kamu sekarang hamil?”

“Enggak, ti. Ibu enggak tahu.”

“Kenapa kamu berbohong?”

“Aku enggak bohong, ti. Cuma enggah kasih tau aja,” bantahnya halus. “Lagipula ada sesuatu yang aku sembunyikan, ti. Dan aku ingin menceritakannya ke kamu.”

“Hah? Maksudnya?” Tanyaku keheranan.

“Ti.. Maaf ya kemarin waktu aku ke kosan kamu, aku sebenarnya udah bohong sama kamu.”

“Bohong bagaimana, van?” Aku malah tambah heran.

“Sebenarnya... anak yang ada di dalam kandunganku ini bukan anak dari Yudi.”

“Hah?!”

“Aku sudah dihamilin duluan sama orang lain. Tapi aku menjebak Yudi, dengan membuatnya mabuk dan tidur denganku agar seolah-olah aku hamil karena perbuatannya,” Jelasnya yang membuatku terkejut. ”Aku takut dia pergi ninggalin aku kalau aku bilang aku sudah hamil, ti.”

“Lalu itu anak siapa?!”

“Kamu ingat waktu aku minta ditemenin ke klub malam sama kamu?”

Aku diam sebentar untuk mengingat-ingat, “Iya! Aku ingat.”
 
“Waktu itu pas pulang dari sana aku enggak pulang ke rumah karena aku takut dengan ibuku. Jadi aku pulang ke rumah ayahku. Dan disana...”

Dia menghentikan kata-katanya sejenak. Sedangkan aku dari tadi berkali-kali menelan ludah sambil mendengarkan ceritanya.

“Di sana ada teman-teman ayahku sesama penganut ajarannya, dan aku dilecehkan di sana. Ayahku tidak bisa berbuat apa-apa, ti.” Ucapnya kini sambil terisak-isak.

Aku tidak berbicara atau bertanya lagi. Aku langsung mendekap dan memeluknya.

“Maaf ya, ti aku udah bohong kemarin. Sampai akhirnya aku menyesal dan selalu kepikiran. Kamu selama ini sudah baik banget ke aku, selalu ada buat aku, dan selalu jagain aku. Tapi—“

“Udah enggak apa-apa kok.” Aku memotong kata-katanya.

“Ti..”

“Iya, Van?”

“Kamu masih mau nolongin aku kan?”

“Kamu udah tau kan aku bakal jawab apa?”

“Pasti 'iya' ya? Makasih. Hehehe”

“Mau minta tolong apa?”

“Tolong Yudi jangan sampai tahu ya.”

Aku mengangguk dan tersenyum.

Ternyata memang benar, cinta bukan perkara memaksakan, tapi perkara merelakan.

“Sakti...”

“Iya?”

“Waktu di kosan kamu, sebenarnya engak bisa tidur. Aku cuma merem aja.”

“Eh?”

“Maaf ya.... Karena aku milih dia, padahal kamu yang selalu ada.”


Sesungguhnya dia adalah diriku,
Lebih dari sekedar teman dekatmu.
Berhentilah mencari,
Karena kau tlah menemukannya.

***



Bekasi, 1 Agustus 2015

*terinspirasi dari lagu DRIVE yang berjudul 'Akulah Dia'.


Tulisan cerpen ini pernah dipublikasikan di Website-nya @KomtungTV
http://komtungtv.com/detailarticle.php?vid=235&pid=9